Ada Upaya “Membarter” Keterlibatan Parpol Dalam Kasus Korupsi e-KTP

Saturday 23 Sep 2017, 11 : 20 am
by
Ilustrasi

JAKARTA-Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI), Petrus Salestinus mensinyalir ada upaya membarter keterlibatan partai politik (parpol) dalam skandal korupsi e-KTP. Upaya tukar guling antarparpol ini terlihat dari sikap beberapa parpol yang terus mencari kesalahan” KPK hingga ancaman pembubarkan atau membekukan kegiatan lembaga antirasuah itu.

Seperti diberitakan, peristiwa korupsi proyek nasional e-KTP yang terjadi pada tahun 2012, ternyata tidak hanya melibatkan pelaku secara orang perorang, akan tetapi juga terungkap melibatkan parpol. Dugaan ini mencuat dalam Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum/JPU KPK tanggal 9 Maret 2017 dalam perkara korupsi a/n. Terdakwa Irman, Sugiharto dan kemudian disusul dengan Surat Dakwaan Jaksa tanggal 14 Agustus 2017 dalam perkara korupsi a/n. Terdakwa Andi Narogong.

Dalam Surat Dakwaan itu, JPU KPK dengan jelas menyebutkan bahwa pada akhir Februari 2011, Terdakwa Andi Narogong bersama Terdakwa Sugiharto dan Terdakwa Irman telah menyetujui rencana pemberian uang Rp 520 miliar yang antara lain untuk Partai Demokrat akan diberikan sebesar Rp 150 miliar, Partai Golkar sebesar Rp 150 milir, Partai PDI Perjuangan sebesar Rp 80 miliar dan Partai-Partai lainnya mendapatkan Rp 80 miliar dstnya.

Ketiga parpol besar disebut dalam Surat Dakwaan JPU KPK yang dibacakan pada tanggal 9 Maret 2017 dan tanggal 14 Agustus 2017. Namun hingga sekarang, belum memberikan klarifikasi apapun.

Reaksi yang muncul justru datang dari Fraksi-Fraksi Koalisi Pemerintah di DPR RI dengan membentuk Pansus Hak Angket KPK, melakukan gerakan balik menyelidiki pelaksanaan tugas KPK selama ini. Sementara itu puluhan Anggota Komisi II DPR yang namanya disebut-sebut, ramai-ramai membantah keterlibatannya dan bolak balik memenuhi panggilan Penyidik KPK.

Partai Demokrat, Golkar dan PDIP meskipun disebut telah disetujui akan diberikan jatah uang hasil korupsi e-KTP, akan tetapi mereka tidak memberikan klarifikasi hingga saat ini. Malahan Fraksi-Fraksinya di DPR aktif membentuk Pansus Hak Angket KPK, kecuali Demokrat, PKS, PAN dan Gerindra menolak ikut dalam Pansus.

Pembentukan Pansus Hak Angket KPK, mendapat reaksi negatif dari publik karena dinilai sebagai sikap tolak Partai Politik terhadap pengungkapan kasus korupsi e-KTP, bahkan ada yang menduga Pansus Hak Angket KPK  ini bertujuan untuk “membarter” keterlibatan Partai Politik dengan “kesalahan” KPK yang sedang dicari-cari.

Sekarang Pansus Hak Angket KPK sudah mendeclare mengantongi sejumlah bukti tentang kesalahan KPK dan dengan bukti itu mereka mengagendakan pertemuan dengan Presiden Jokowi disamping akan mengadukan Ketua KPK Agus Rahardjo ke Kejaksaan Agung karena diduga terlibat dalam korupsi pengadaan barang dan jasa,” imbuhnya.

Kondisi demikian jelasnya telah menempatkan KPK dan DPR RI berada dalam posisi head to head, mengadu kekuatan, apalagi beberapa anggota dan pimpinan DPR sudah mengancam akan membubarkan atau membekukan kegiatan KPK.

Membongkar Korupsi

Menurut Petrus, sikap Pansus Hak Angket KPK ini tidak bisa dianggap remeh atau hanya sekedar chek and balace. Sebab, mereka jelas punya agenda politik negatif yang mengarah kepada pembubaran KPK.

“Bagi DPR membubarkan lembaga ad-hock bukanlah soal berat, apalagi DPR sangat berpengalaman dalam soal ini,” imbuhnya.

Oleh karena itu kalau sekiranya Pansus Hak Angket ini dibentuk lantaran karena KPK dianggap sudah terlalu jauh memasuki wilayah “sakral” maka KPK juga harus berani membuka sebuah penyelidikan guna membuktikan keterlibatan parpol papan atas dalam korupsi e-KTP tersebut.

“Jika dari hasil penyelidikan KPK ternyata ke-tiga Partai Politik dimaksud tidak terbukti mendapat jatah uang hasil korupsi e-KTP maka KPK juga harus medeclare bahwa KPK menghentikan penyelidikannya karena tidak menemukan bukti-bukti keterlibatan ke-tiga parpol itu,” imbuhnya.

Namun sebaliknya, jika KPK mengantongi bukti-bukti cukup maka KPK juga harus berani melanjutkan penyelidikannya hingga ke tahap penuntutan, sehingga dengan demikian KPK benar-benar “on the track” merevolusi mental parpol dengan menggarap penindakan pada wilayah bagian hulu dari korupsi yang selama ini sulit ditembus.

 

Sejauh ini, ada Fraksi di DPR RI yakni Demokrat, PAN, PKS dan Gerindra justru menolak ikut di dalam Pansus Hak Angket dan tetap mendukung langkah KPK.

Namun demikian KPK-pun belum juga menjadwalkan sebuah penyelidikan terhadap parpol yang disebut-sebut akan mendapat jatah uang korupsi dimaksud.

“Ini semakin menarik dan bukan perkara sepele, karena jika KPK terus melakukan penyelidikan ke arah keterlibatan parpol maka ini adalah untuk pertama kali KPK mengukir sejarah, karena mau membongkar korupsi pada bagian hulunya. Maka, tidak aneh kalau KPK menghadapi badai ketika “pusat segala korupsi” di negeri ini terganggu kenyamanannya,” pungkasnya.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

Danai Proyek Mini LNG, Anak Usaha Jababeka Raih Kredit Rp149,08 Miliar

JAKARTA – PT Likuid Nusantara Gas (LNG), anak usaha PT

Pacu Realisasi Kredit, Akad KPR BBTN Capai 600 Unit di Satu Kantor Cabang

JAKARTA-Dalam upaya melakukan percepatan realisasi penyaluran kredit kepemilikan rumah (KPR),