Bank Dunia: Indonesia Salah Satu Dari 10 Reformer Teratas Dunia

Thursday 9 Nov 2017, 6 : 01 pm
by

JAKARTA-Kepala Perwakilan Bank Dunia di Indonesia, Rodrigo A. Chaves, membuka rahasia keberhasilan Indonesia menaikkan peringkat kemudahan berusaha atau Ease of Doing Business (EODB) menembus peringkat ke-72 pada 2018 sebagaimana laporan terbaru Kelompok Bank Dunia Doing Business 2018: Reforming to Create Jobs.

Posisi ini merupakan lonjakan 19 tingkat dibanding posisi ke-91 tahun 2017. “Indonesia telah mencapai kemajuan yang signifikan di beberapa wilayah yang diukur oleh Doing Business. Dengan telah mengadopsi 39 indikator reformasi Doing Business selama 15 tahun, Indonesia merupakan salah satu dari 10 reformer teratas dunia,” kata Chaves dalam siaran persnya Kamis (9/11).

Menurut Chaves, selama dua tahun berturut-turut, Indonesia telah melakukan 7 reformasi, yang merupakan jumlah reformasi tertinggi dalam satu tahun.

Ia memuji tekad pemerintah untuk memperbaiki iklim usaha di Indonesia. “Melanjutkan momentum dan upaya memperluas reformasi yang mengikutsertakan keterbukaan dan persaingan, merupakan kunci untuk menstimulasi lebih jauh lagi sektor swasta di negara ini,” jelas Chaves.

Chaves mengemukakan, Reformasi yang telah dilakukan di Jakarta dan Surabaya, dua kota yang diukur oleh laporan ini, pada tahun lalu adalah:

Pertama, biaya memulai usaha dibuat lebih rendah dengan penurunan dari sebelumnya 19.4 persen menjadi 10.9 persen pendapatan per kapita.

Kedua, biaya mendapatkan sambungan listrik dibuat lebih murah dengan mengurangi biaya sambungan dan sertifikasi kabel internal.

Ketiga, biaya untuk mendapatkan sambungan listrik kini 276 persen dari pendapatan per kapita, turun dari 357 persen. Di Jakarta, dengan proses permintaan untuk sambungan baru yang lebih singkat, listrik juga didapatkan dengan lebih mudah.

Keempat, akses perkreditan ditingkatkan dengan dibentuknya biro kredit baru.

Kelima, perdagangan lintas negara difasilitasi dengan memperbaiki sistem penagihan elektronik untuk pajak, bea cukai serta pendapatan bukan pajak. Akibatnya, waktu untuk mendapatkan, menyiapkan, memproses, dan mengirimkan dokumen saat mengimpor turun dari 133 jam menjadi 119 jam.

Keenam, pendaftaran properti dibuat lebih murah dengan pengurangan pajak transfer, sehingga mengurangi biaya keseluruhan dari 10,8 persen menjadi 8,3 persen dari nilai properti.

Dan Ketujuh, hak pemegang saham minoritas diperkuat dengan adanya peningkatan hak, peningkatan peran mereka dalam keputusan perusahaan besar, dan peningkatan transparansi perusahaan.

Menurut Chaves, di bidang Memulai Usaha, Indonesia telah melakukan reformasi paling banyak dalam 15 tahun, dengan delapan reformasi sejak tahun 2003. Akibatnya, untuk memulai bisnis baru di Jakarta sekarang dibutuhkan waktu 22 hari, dibandingkan dengan 181 hari di laporan Doing Business 2004.

Namun demikian, diakui Chaves, bahwa jumlah prosedur untuk mendaftarkan bisnis baru di Indonesia tetap tinggi, yaitu 11 prosedur, dibandingkan dengan 5 prosedur di negara ekonomi berpendapatan tinggi anggota OECD.

Chaves  juga menyebutkaan, bahwa Indonesia telah melakukan perbaikan signifikan dalam Menyelesaikan Kepailitan, dan hal ini merupakan pencapaian yang terbaik.

“Pada tahun 2003, tingkat pemulihan hanya 9,9 sen untuk setiap dolar. Kini tingkat tersebut telah melompat secara signifikan sampai 65 sen,” terang Chaves.

Chaves menyarankan perlunya Indonesia melakukan  pebaikan di bidang Penegakan Kontrak. Ia menyebutkan,  biaya untuk menyelesaikan perselisihan komersial melalui pengadilan negeri di Jakarta menurun hampir separuh dari 135,3 persen dari klaim di tahun 2003 menjadi 74 persen sekarang.

Namun hal ini masih jauh lebih tinggi daripada rata-rata 21,5 persen di negara ekonomi berpendapatan tinggi anggota OECD.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

Banggar DPR: Kebijakan Fiskal 2022 Harus Perhatikan Laju Inflasi

JAKARTA-Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI MH. Said Abdullah mendorong

Banggar DPR Minta Pemerintah Kaji Ulang Pelarangan Mudik Lebaran 2021

JAKARTA-Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI MH Said Abdullah meminta