Banyak Politisi Lolos Seleksi, CBA Khawatirkan Masa Depan BPK

Friday 12 Jul 2019, 6 : 42 pm

JAKARTA-Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) kemungkinan besar tidak bisa lagi diandalkan sebagai lembaga yang berpartisipasi ikut memberantas korupsi. Alasannya, lembaga ini tidak akan bisa bersinergi dengan lembaga-lembaga lainnya, karena banyak diisi kalangan politisi.

“Padahal yang kita inginkan itu, masa depan BPK yang lebih baik. Dengan kekuatan sumber dayanya itu, maka BPK bisa mengatasi masalah,” kata Direktur eksekutif Center for Budget Analysis (CBA), Uchok Skya Khadafi dalam diskusi “BPK Diantara Tarikan Politik dan Profesionalisme” bersama Ketua Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) Tarkosunaryo, Wakil Ketua Komite IV DPD RI Siska Marleni dan anggota Komisi XI DPR Johnny G Plate di Jakarta, Jumat (12/7/2019).

Jadi, kata Uchok, BPK itu bukan diisi para politisi, apalagi caleg gagal dan para mantan pejabat atau birokrat. Lembaga ini akan menjadi lembaga politis, karena untuk kepentingan golongan dan banyak kepentingan. “Lihat saja itu, yang akan terjadi, ketika melihat uji fit and proper tesy yang dilakukan DPR hari ini,” tambahnya.

Lebih jauh Uchok memberikan analogi, seperti yang terjadi saat pendaftaran calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

“Kalau besok polisi menjadi pimpinan KPK, itu lembaga menjadi tua. Jadi tinggal kenangan saja, sama seperti BPK. Kalau politisi yang mimpin, maka tetap saja tidak bisa diandalkan untuk melakukan pemberantasan korupsi untuk mengaudit yang benar,” terangnya.

Sementara itu Ketua Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI), Tartosunaryo menilai tugas BPK saat ini sangat berat, sehingga dibutuhkan orang-orang yang profesional dan bertanggungjawab.

“Apalagi bicara audit LK (lembaga/kementerian), maka asosiasi profesi yang membidangi auditor laporan keuangan adalah Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI,” katanya.

Sehingga keterwakilan seorang auditor yang memegang sertifikasi CPA (Certified Public Accountant) menjadi salah satu simbol komitmen bagi para pimpinan BPK dalam menerapkan profesionalisme dan menjamin kualitas pemeriksaan.

“Kami percaya Komisi XI DPR, telah berupaya menghasilkan yang terbaik dalam proses seleksi ini. Namun dalam rangka menjaga komitmen untuk menjamin kualitas hasil audit, profeslionalisme dan kesinambungan upaya penguatan kompetensi auditor, seharusnya penyempurnaan atas hasil seleksi administrasi dengan memasukkan para pemegang CPA untuk mengikuti tahapan berikutnya,” imbuh Tartosunaryo.

Wakil Ketua Komite VI DPD RI Siska Marleni menegaskan seleksi calon pimpinan (Capim) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dilakukan dengan asal-asalan. Karena proses seleksi itu sudah dijanlakan sesuai dengan perintah UU No.15/2006 tentang BPK.

“Tidak benar kalau proses seleksi capim BPK dilakukan asal-asalan dan politis. Termasuk pembuatan makalah itu penting untuk mengetahui visi figur seseorang dalam mengaudit keuangan negara (APBN dan APBD). Semua sesuai perintah UU,” ujarnya.

Karena itu, Siska membantah ada dikotomi politisi dan profesional dalam seleksi Capim BPK. “DPD sendiri memiliki waktu selama satu bulan ke depan untuk menguji ke 32 dari 64 Capim BPK tersebut setelah diterima dari DPR RI,” kata senator dari Sumatera Selatan itu.

Johnny menjelaskan pimpinan BPK itu harus profesional, memiliki leadership, manajerial, skill, dan jaringan yang luas dalam mengaudit uang negara.

“Jadi, tak cukup hanya megaudit, tapi harus memiliki multidisiplin. Sehingga jangan kecewa kalau politisi gagal, dan sebaliknya jika lolos seleksi,” kata Sekjen NasDem itu.

Pansel BPK itu dipimpin oleh Hendrawan Supratikno adalah Professor yang memahami seluk-beluk keuangan negara.

“Semoga yang dari DPD RI juga lolos. Jadi, tak ada yang diskriminatif,” tambahnya. ***

Don't Miss

Pimpinan Ponpes Miftahul Ulum Ciamis Sebut Ganjar dan Atikoh Sanad Keilmuan dan Keturunannya Jelas

CIAMIS-Ketua Yayasan Dar Er-Rahman Pondok Pesantren Miftahul Ulum Bangunsirna Ciamis,

Forum Petani Asia Pasifik Tertarik Model Pembangunan Desa di Indonesia

YOGYAKARTA–Lahirnya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa mengubah paradigma