BI Rate Tetap Bertahan 6,75%

Thursday 21 Apr 2016, 4 : 45 pm

JAKARTA-Bank Indonesia (BI) memutuskan kembali mempertahankan BI Rate sebesar 6,75%, dengan suku bunga Deposit Facility sebesar 4,75% dan Lending Facility sebesar 7,25%. BI Rate tersebut setara dengan suku bunga operasi moneter tenor 12 bulan. Keputusan Rapat Dewan Gubernur BI diumumkan Direktur eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia, Tirta Segara yang dimuat dalam laman www.bi.go.id. Sejalan dengan rencana reformulasi suku bunga kebijakan yang diumumkan pada tanggal 15 April 2016, Bank Indonesia juga mengumumkan BI 7-day (Reverse) Repo Rate tetap sebesar 5,5%. Dengan demikian, kata Tirta Segara, struktur suku bunga atau term structure operasi moneter Bank Indonesia, keputusan tersebut sejalan dengan upaya untuk mencapai sasaran inflasi 2016 sebesar 4±1% dan tetap konsisten dengan upaya mendorong momentum pemulihan ekonomi domestik, di tengah masih lemahnya pertumbuhan ekonomi global.

Bank Indonesia akan melanjutkan upaya penguatan kerangka operasi moneter melalui penerapan struktur suku bunga operasi moneter secara konsisten. Bank Indonesia juga akan terus memperkuat koordinasi kebijakan bersama Pemerintah untuk memastikan pengendalian inflasi, penguatan stimulus pertumbuhan, dan pelaksanaan reformasi struktural berjalan dengan baik, sehingga mampu menopang pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

Perlambatan ekonomi global mendorong berlanjutnya kebijakan pelonggaran moneter di beberapa negara maju. Pertumbuhan ekonomi global diperkirakan lebih rendah dari proyeksi semula, didorong oleh belum kuatnya pemulihan ekonomi di sejumlah negara maju dan perlambatan ekonomi negara berkembang. Pemulihan ekonomi Eropa yang masih lemah dan mengalami deflasi, seiring dengan meningkatnya pesimisme konsumen dan investor, mendorong berlanjutnya pelonggaran kebijakan moneter, termasuk melalui penerapan suku bunga negatif.

Kebijakan suku bunga negatif juga terus dilakukan oleh Jepang dan beberapa negara maju lainnya dalam merespons pertumbuhan ekonomi yang terus melambat. Kebijakan pelonggaran moneter di negara maju tersebut berpotensi meningkatkan likuiditas global dan aliran modal masuk ke negara berkembang. Dari sisi AS, pemulihan ekonomi masih belum solid tercermin dari kegiatan manufaktur dan net ekspor yang masih lemah. Sejalan dengan itu, suku bunga Fed Fund Rate (FFR) diperkirakan baru akan meningkat di semester II 2016 dengan besaran kenaikan yang lebih rendah.

Sementara itu, ekonomi Tiongkok mengarah ke kondisi yang lebih stabil dengan risiko pelemahan yang masih tinggi. Di pasar komoditas, harga minyak dunia diperkirakan cenderung menurun, akibat tingginya pasokan di tengah permintaan yang masih lemah. Namun, harga beberapa komoditas ekspor Indonesia, khususnya CPO, karet, dan timah, mulai membaik. Pertumbuhan ekonomi domestik pada triwulan I 2016 diperkirakan meningkat dan terus berlanjut pada triwulan II 2016, terutama ditopang oleh akselerasi stimulus fiskal. Konsumsi dan investasi pemerintah menjadi penggerak utama pertumbuhan ekonomi pada triwulan I 2016. Belanja barang dan modal pemerintah meningkat signifikan, seiring dengan percepatan proyek-proyek infrastruktur pada triwulan I 2016.

Sejalan dengan perkembangan tersebut, investasi swasta diperkirakan akan mulai meningkat pada triwulan II 2016. Konsumsi rumah tangga diperkirakan masih cukup kuat, terindikasi dari penjualan eceran dan kendaraan bermotor yg mulai tumbuh positif serta keyakinan konsumen yang terus membaik. Sementara itu, kinerja ekspor beberapa komoditas mulai menunjukkan perbaikan, terutama tekstil, alat listrik, dan kendaraan untuk penumpang. Secara keseluruhan, pertumbuhan ekonomi diperkirakan akan semakin baik pada triwulan II 2016, ditopang konsumsi dan investasi yang meningkat. ***aec

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

Anggaran KKP 2023 Disetujui Rp6,76 Triliun

JAKARTA-Komisi IV DPR RI menyetujui pagu anggaran Kementerian Kelautan dan

Wamen BUMN Minta PGEO Genjot Kinerja Keuangan Usai Raih Rp9,05 Triliun

JAKARTA-Wakil Menteri BUMN, Pahala Nugraha Mansury meminta PT Pertamina Geothermal