BI Tahan BI Rate di Level 7,25%

Tuesday 8 Oct 2013, 7 : 42 pm
by
Kebijakan tersebut masih konsisten dengan stance kebijakan moneter ketat untuk mengarahkan inflasi menuju ke sasaran 4,5±1% pada 2014 dan 4±1% pada 2015
Menteri Keuangan Agus Martowardojo

JAKARTA-Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) akhirnya mengerem laju suku bunga acuan atau BI Rate setelah empat bulan berturut-turut mengalami kenaikan.

RDG ini memutuskan untuk mempertahankan BI Rate di level 7,25 persen, dengan suku bunga Lending Facility tetap pada level 7,25 persen dan suku bunga Deposit Facility tetap pada level 5,50 persen.

Sekadar diketahui, dalam kurun waktu kurang enam bulan, BI telah menaikkan suku bunga acuan BI Rate total sebesar 150 basis poin dari 5,75 persen menjadi 7,25 persen.

Gubernur BI, Agus Martowardoyo mengatakan, keputusan menahan BI rate tidak lepas dari pertimbangan bank sentral setelah mencermati perkembangan perekonomian global dan nasional.

Hal ini sekaligus mengoptimalkan bauran kebijakan moneter dan makroprudensial untuk memastikan bahwa tekanan inflasi tetap terkendali, stabilitas nilai tukar Rupiah terjaga kondisi fundamentalnya, serta defisit transaksi berjalan menurun ke tingkat yang sustainable.

“BI akan terus memperkuat koordinasi dengan Pemerintah khususnya dalam pengendalian inflasi dan defisit transaksi berjalan,” tegas dia di Jakarta, Selasa (8/10).

BI kata dia meyakini bahwa kebijakan-kebijakan tersebut serta berbagai kebijakan yang telah ditempuh sebelumnya akan mempercepat penyesuaian defisit transaksi berjalan ke tingkat yang lebih sehat dan mengendalikan inflasi menuju ke sasaran 4,5±1% pada 2014.

BI kata  Agus  terus mencermati perekonomian global cenderung melambat dan diliputi oleh ketidakpastian yang tinggi.

Kinerja perekonomian di negara-negara maju seperti Amerika Serikat (AS), Eropa dan Jepang belum kuat meski mulai menunjukkan perbaikan.

Sementara itu, perekonomian negara berkembang dibayangi risiko penurunan pertumbuhan ekonomi serta menurunnya kinerja transaksi berjalan dan pelemahan nilai tukar.

Pada saat yang sama, penurunan harga komoditas masih terus terjadi, kecuali harga minyak.

“Di pasar keuangan, sejumlah risiko terkait dengan penundaan kebijakan pengurangan stimulus The Fed (tapering), perdebatan debt ceiling dan penghentian sementara layanan pemerintah AS (government shutdown),” pungka dia.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

Melihat Indonesia Dalam Sosok Ibu Mega

Oleh: Said Abdullah Kelangsungan hidup sebuah partai politik di Indonesia

Demand Kredit Lemah, OJK Minta Pemerintah Eksekusi Anggaran Belanja

JAKARTA-Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meminta kepada pemerintah dan perusahaan-perusahaan BUMN