Cegah Barter Politik, MKD Harus Libatkan Penegak Hukum

Tuesday 1 Dec 2015, 9 : 54 pm
by

JAKARTA-Peneliti Bidang Hukum Respublica Political Institute, Fathudin menegaskan kasus skandal ‘papa minta saham’ yang diduga melibatkan Ketua DPR Setya Novanto semestinya tidak hanya diselesaikan melalui mekanisme dan prosedur yang dijalankan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD). Proses penyelesain melalui jalur politik semata justru membuka ruang terjadinya barter kepentingan politik. Karena itu, dia mengusulkan agar peran institusi penegak hukum lainnya seperti, Kepolisian Kejaksaan dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus dilibatkan. “DPR merupakan lembaga politik sehingga bukan hal yang mustahil penyelesaian melalui MKD justru sarat akan nuansa dan kepentingan politik. Sudah semestinya di samping MKD yang akan memeriksa dugaan pelanggaran kode etik, peran institusi penegak hukum lainnya juga menjadi sangat penting,” ujar Fathudin di Jakarta, Selasa (1/12).

Menurutnya, Kepolisian merupakan institusi yang secara luas dapat menelisik kasus dan pelanggaran yang dilakukan Setya Novanto. Demikian pula KPK, harus siap manakala diminta untuk menindaklanjuti dan mengusut dugaan korupsi yang dilakukan Setya Novanto.

Penyelesaian kasus ini tegasnya menjadi momentum upaya untuk mengembalikan marwah DPR. Sekaligus juga menjadi kebangkitan bagi aparat penegak hukum untuk memulihkan kembali martabat hukum sebagaimana diidealkan oleh Dewi Themis (Dewi Keadilan). “Dengan sebilah pedang di tangan kanannya, Dewi Themis akan berani menebas siapa saja yang culas dan khianat kepada hukum meski harus berhadapan dengan penguasa sekali pun,” tegasnya.

Dia menjelaskan terlepas dari kontroversi figur seorang Setya Novanto dengan segenap rekam jejaknya, secara faktual ia merupakan pejabat publik, bahkan menyemat jabatan sebagai pucuk pimpinan DPR. “Dalam diri Setya Novanto itu melekat tugas dan tanggung jawab moral untuk menjaga marwah lembaga DPR yang dipimpinnya,” jelas Fathudin.

Karena itu ujar Fathudin, bagi seorang pejabat publik tentu sudah menjadi kewajiban mutlak untuk menjaga moral dan integritasnya, karena bukan lagi sekadar norma hukum yang menjadi pedoman tindak tanduk dan tingkah lakunya, tetapi juga norma yang tertinggi dari hukum, yakni etika. “Etika merupakan standar tertinggi yang seharusnya menjadi rujukan dan pedoman perilaku seorang pejabat publik,” tegasnya.

Karena hukum pada dasarnya mengalir di atas lautan etika, seperti dikemukakan Earl Warren, seorang mantan Ketua Mahkamah Agung Amerika Serikat “In civilized life, law floats in a sea of ethic”.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

Pasar Saham AS Kembali Menguat

JAKARTA-Pasar saham AS kembali menguat dini hari tadi walaupun tidak

OSO Ajak Presiden Jokowi Wujudkan Kewajiban Konstitusional DPD RI

JAKARTA-Ketua Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI), Oesman Sapta