Cegah Politisasi, Pengawasan Dana Bencana Perlu Libatkan KPK-BPK

Tuesday 9 Oct 2018, 6 : 06 pm
anjasmara

JAKARTA-Para capres yang sedang berkompetisi diingatkan untuk tidak mempolitisasi soal bantuan bencana alam.

Baik itu, yang terjadi di Sulawesi Tengah dan Nusa Tenggara Barat.

“Siapapun yang menarik ke politik soal bantuan pada bencana harus dikritik. Namun tetap perlu melibatkan BPK dan KPK agar semuanya transparan,” kata Peneliti Senior Lembaga Ilmu Pengetahun Indonesia (LIPI), Prof Siti Zuhro dalam diskusi bertema “Cegah Penyelewengan Bantuan Bencana Sulteng” di Gedung DPR, Selasa (9/10).

Hadir pula, Ketua Komisi VIII DPR, Ali Taher Parasong, Irjen Kemensos Dadang Iskandar dan anggota Fraksi PKB Abdul Kadir Karding.

“Fungsi pengawasan terhadap dana bencana, harus melibatkan masyarakat. Karena kita punya pengalaman saat bencana Aceh, bagaimana aksi bantuan itu tambal sulam,” tambahnya.

Oleh karena itu, Wiwiek minta agar pemerintah memperbaiki sistem pengawasan dana bencana alam.

Tata kelola dana bencana ini harus cermat agar tidak terjadi penyimpangan.

“Memang sulit menghindari tarikan politik, karena yang punya kesempatan besar adalah calon petahana. Nah, disinilah Pak Jokowi harus bersikap profesional,” ucapnya

Pemerintah, sambung Wiwiek lagi, harus bisa bersikap bijak terhadap berbagai dana bantuan asing.

Sehingga tidak terjadi komparasi saat menangani bencana daerah lain.

“Sekarang ini agak sensi, apapun bisa menjadi komoditas politik. Karena dana bantuan asing ini sangat luar biasa besarnya,” tegasnya.

Namun begitu, kata Wiwiek, Indonesia merupakan negara besar yang mampu menghadapi berbagai cobaan bencana.

Tentulah kalau bencana ini terjadi pada Singapura sudah sempoyongan.

“Indonesia tidak, bahkan mampu,” ucapnya.

Sementara itu, Ketua Komisi VIII DPR, Ali Taher Parasong mengakui hingga saat ini belum ada penyimpangan dana bencana.

Karena itu, DPR tetap memonitor dana bantuan tersebut.

Disisi lain DPR mengusulkan sudah selayaknya dilakukan kajian untuk melihat kemungkinan pemindahan Ibu Kota Sulawesi Tengah dari Kota Palu Ali ke kota lannya.

Menurutnya, setelah melihat dampak dari bencana gempa bumi yang diiringi tsunami di wilayah sekitar kota itu, Kota Palu dinilai sudah tidak layak untuk dijadikan ibu kota Sulawesi Tengah.

Ali Taher mengaku cukup paham soal kota tersebut dan bencana gempa sudah sering terjadi bahkan juga pernah terjadi tsunami pada 1927.

“Perlu kita kaji kembali Palu menjadi ibu kota (Sulawesi Tengah) dan kita pikirkan kota baru sebagai ibu kota setelah melihat kondisi tanah di kota itu,” ujarnya.

Ali Taher mengatakan bahwa kondisi tanah yang berlumpur di Palu selain sejarah bencana yang panjang di wilayah itu, akan membuat bangunan sementara yang tengah dibangun bisa tidak bertahan lama.

Palu merupakan salah satu dari 136 kota atau kabupaten yang rawan gempa di seluruh Indonesia.

“Pemerintah harus cepat membicarakan aspek teknis terutama Kementeria Pekerjaan umum dan Perumahan Rakyat,” ujarnya. ***

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

DPR Cemas Pendidikan Non Formal Tak Terurus

JAKARTA-Masyarakat dan pegiat pendidikan mempertanyakan kebijakan penghilangan nomenklatur pendidikan masyarakat
Untuk target pencatatan Efek baru di 2022 adalah sebanyak 68 Efek, yang terdiri dari pencatatan saham, obligasi baru dan pencatatan efek lainnya yang meliputi ETF

BEI Ekspektasikan Jumlah Perusahaan IPO Terus Bertumbuh di Kuartal Ini

JAKARTA-PT Bursa Efek Indonesia (BEI) memperkirakan bahwa tren pertumbuhan jumlah