Defisit Keakraban Berwarga Negara

Tuesday 15 May 2018, 11 : 00 pm
by

Oleh: Sadikin

Pasca ledakan Bom 13/5 di Surabaya, seluru teori tentang “zoorios politicon” telah berevolusi menjadi “antropofagus”. Teori-teori tentang sosial telah berhenti bermetomorfosis, akibatnya surplus fitnah dan defisit keakraban berwarga negara dalam ruang publik polis.

Dalam hitungan 3 menit IQ nasional deflasi 0,01 % karena hilangnya sensasi percakapan berwarga negara dalam ruang publik polis. Karena gagalnya teori sosial dalam memproduksi konsep citizenship.

Di dalam pembuluh darah manusia Indonesia, mengalir dua variabel, yaitu: manusia indonesia sebagai warga komunitas (community citizenship) dan manusia indonesia sebagai warga negara (national citizenship).

Kegagalan konsep dalam berwarga negara, cendrung melihat kasus ledakan bom di Surabaya diakibatkan oleh warga komunitas (agama) sebagai identitas pelaku bom bunuh diri. Hal tersebut dikarenakan oleh cara menganalisis kasus dengan menggunakan pisau diakronik, yaitu melihat kasus dengan rentetan pristiwa yang terjadi.

Mestinya dalam menganalisis kasus itu, publik harus menggunakan pisau sinkronik, yaitu melihat isi dari faktor kenapa kasus itu bisa terjadi. Logika sinkronik itu yang tidak digunakan dalam percakapan berwarga negara dalam menganalisis kasus ledakan bom di Surabaya.

Defisitnya kemarahan publik, menyebabkan hilangnya publik ethic dalam percakapan berwarga negara. Apa lagi doktrin dengan semantik dari mercusuar “kami tidak takut”. Frasa itu muncul dari pusat kekuasaan pemerintah, yang mengundang reaksi bersusulan dari jaringan terorisme.

Mestinya frasa itu, harus dihilangkan dari percakapan berwarga negara dalam rangka menjaga stabilitas keamanan nasional. Karena itu, pemerintah melalui Badan Inteligen Nasional (BIN), harus bekerja, bekerja dan bekerja keras seperti semboyan pemerintahan Jokowi-JK dalam mengungkapkan dan mencega terjadinya peledakan bom yang bersusulan.

Sampai dengan detik ini, kabut kebencian dalam sensasi keakraban berwarga negara masih menyelimuti langit biru Indonesia. Tentu kita mengutuk tindakan teroris tersebut, tapi tidak harus menghilangkan publik ethic dalam percakapan berwarga negara. Tindakan terorisme memperkeruh wacana politik nasional 2019 dan meretak bangunan bangsa indonesia. Karena itu kita rawat Indonesia dengan membangun keakraban berwarga negara dalam ruang publik polis.

Penulis adalah Mahasiswa Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia dan Ketua DPD IMM NTB Kabid Media.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

Fahri: Pemuda Jangan Terjebak Kesibukan Bersosial Media

JAKARTA-Kirab Pemuda Indonesa 2018 merupakan ikhtiar dalam rangka menyusun imanijasi,

Sartono: THR dan Gaji 13 Mestinya Diberi Saat Ekonomi Tumbuh

JAKARTA-Kalangan DPR menilai kebijakan pemerintah memberikan kenaikan THR dan gaji