Demi Kesejahteraan Petani, BPDPKS Perlu Dorong Hilirisasi Sawit

Thursday 21 Mar 2019, 3 : 07 pm

PALEMBANG-Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) perlu kembali mendorong industri persawitan dan hilirisasi industri. Dengan langkah itu, maka petani sawit bisa menjual produk dengan harga yang sudah terukur ke depannya. “Sehingga kalau kita perbaiki kinerja, maka nilai tukar petani di Sumatera Selatan tentu saja akan meningkat,” kata Wakil Ketua Komisi XI DPR Achmad Hafisz Tohir dalam siaran persnya, Kamis (21/3/2019).

Lebih jauh Hafisz mengaku menerima berbagai keluhan petani sawit. Hal ini tentu menjadi konsen DPR dan sebagai prioritas. Karena penduduk Sumsel ini 55 persen adalah petani, rata-rata terbesar menggunakan lahan sawit dan juga karet. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), Nilai Tukar Petani (NTP) Sumatera Selatan menurun, artinya mereka pelan-pelan termarjinalkan menjadi orang yang daya belinya menurun.

Menurut Hafisz, produk kelapa sawit dari zaman belanda sampai kemerdekaan hanya bisa menjual tandan buah segar sawit dan Crude Palm Oil (CPO) saja. Sementara di negara-negara maju sudah menjual kosmetik, padahal ini yang bisa melipatgandakan devisa bagi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Saat ini, kelapa sawit menjadi penyumbang devisa kedua setelah minyak dan gas (migas).

“Tapi hari ini kita menyaksikan pariwisata naik ke posisi kedua penyumbang devisa terbesar di negara kita dan sawit turun ketiga. Hal ini juga tidak terlepas dari Uni Eropa dan beberapa negara pengimpor kita yang melakukan penekanan, semacam kampanye lingkungan. Sehingga mereka menganggap sawit kita belum memenuhi kriteria sebagai hasil pertanian yang berwawasan terhadap lingkungan,” tuturnya

Politisi Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) ini berharap, kehadiran BPDPKS dapat menghidupkan kembali industri persawitan. Walaupun ada rencana dari pemerintah meningkatkan bahan bakar biodisel B20 menjadi B30. Tentu ini perlu dipelajari, apakah tidak berbenturan dengan kondisi industri Indonesia saat ini yang masih menggunakan Euro 3.

“Saat ini mobil diesel kita itu masih Euro 3 dan Euro 4, sementara environment green sudah mengharuskan Euro 5 dan Euro 6. Nah, apakah industri kita sudah siap untuk hal ini, itu juga akan dikaitkan kepada kesiapan pemerintah dan masyarakat,” ungkap Hafisz sembari menambahkan bahwa permasalahan ini harus dirapatkan secara lintas kementerian.

Maka dari itu, Mantan Ketua Komisi VI DPR ini, segera mengundang dari 7 lintas instansi untuk disatukan pemikirannya jika ingin menuju Go Green. “Artinya ini harus disepakati oleh semua sektor. Jangan nanti hanya di bidang transportasinya saja, tapi industri-industri yang pakai mesin genset dan lain sebagainya masih mengadopsi mesin yang lama, sehingga sia-sia kalau kemudian kita membuat greenfuel dan biodiesel,” tutupnya. ***

Don't Miss

DPD Harus Bersikap Soal Perppu Pilkada

JAKARTA-Pengamat hukum, tatanegara, Refly Harun mengatakan DPD RI penting harus

Honda Terus Dorong Penjualan Mobilio

JAKARTA-Penjualan mobil Honda boleh dikatakan cukup sukses, karena mampu meraih