Dolar Capai Rp15.000, DPR: Jangan Cuma Salahkan Eksternal

Monday 10 Sep 2018, 9 : 30 am
Anggota Komisi XI DPR-RI dari FPKS Ecky Awal Mucharam

JAKARTA-Anggota Komisi XI DPR RI dari FPKS Ecky Awal Mucharam mengingatkan pemerintah untuk fokus membereskan persoalan fundamental untuk menyelamatkan rupiah.

“Rupiah sudah menembus 15.000 per dollar AS. Pemerintah jangan hanya beralibi menyalahkan faktor eksternal sebagai penyebabnya, tapi fokus bagaimana mengambil kebijakan yang dapat memperkuat fundamental ekonomi”. Demikian disampaikan Ecky kepada wartawan di Jakarta, Rabu (5/9).

Sebagaimana diketahui, hari ini nilai tukar Rupiah terhadap US$ sudah menembus Rp15.000.

Angka ini merupakan angka terendah sejak krisis 98 dan telah melampaui level nilai tukar terendah pada tahun 2015.

Ecky menjelaskan, “Di pasar yang terbuka ini, tentu saja ada sentimen dari krisis di Argentina dan Turki terhadap depresiasi nilai tukar Rupiah terhadap US$. Gonjang-ganjing di Emerging Market ini berawal dari rencana kenaikan suku bunga Bank Sentral Amerika Serikat pada September dan ditambah dengan perang dagang AS.

Hal itu mendorong investor menarik dananya dari emerging market untuk mencari safe heaven. Sentimen negatif terhadap emerging meningkat, sehingga capital outflow melonjak.

“Namun demikian, situasi ini semestinya sudah bisa diantisipasi mengingat kenaikan suku bunga The Fed sudah diprediksi jauh-jauh hari mengikuti siklus ekonomi di AS yang membaik. Hal ini menjadi masalah karena Indonesia tanpa capital outflow sekarang pun, kita terus mengalami defisit ganda sejak beberapa waktu kebelakang. Yaitu defisit neraca transaksi berjalan dan defisit fiskal.” Tambah Ecky.

“Rupiah semakin tertekan karena defisit neraca transaksi berjalan sudah mencapai 3% dari PDB di Triwulan-II kemarin, karena tingginya kebutuhan impor minyak dan impor industry, serta diperparah dengan impor-impor produk pertanian. Sementara secara fiskal kita terus menumpuk utang untuk menutup defisit APBN, yang pembayaran bunganya kepada investor asing terus menyedot devisa kita.” Ujar Aleg asal Jabar ini.

“Nilai Rupiah yang terus turun sangat berpengaruh terhadap pelaku ekonomi nasional, bukan hanya bagi sektor swasta tetapi juga pemerintah. Cicilan utang akan melonjak sehingga akan membebani perusahaan. Biasanya, biaya tersebut dialihkan ke konsumen, sehingga berpengaruh terhadap daya beli. Pemerintah pun akan membutuhkan lukuiditas lebih besar untuk cicilan bunga utang. Sementara dengan kebijakan pengetatan suku bunga dan pembatasan impor, tentu akan mengurangi output perekonomian dan konsekuensinya target pertumbuhan 5,4 persen di 2018 akan sulit dicapai,” tutup Ecky.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

Hari ini Saham BBCA Hasil Stock Split Resmi Diperdagangkan

Hari ini Saham BBCA Hasil Stock Split Resmi Diperdagangkan

JAKARTA-Setelah mendapatkan persetujuan jadwal stock split dari PT Bursa Efek

Paraga Artamida Terus Borong Saham Bumi Serpong Damai

JAKARTA-PT Paraga Artamida (PA), kembali memborong 6,791 juta saham PT