DPR: Pembagian Tanah Bagian Dari Nawacita

Tuesday 7 Mar 2017, 1 : 11 pm
kompas.com

JAKARTA-Kalangan DPR memberikan apresiasi terhadap rencana Presiden Joko Widodo yang akan membagikan tanah 12,7 juta hektar ke rakyat miskin. Termasuk kelompok tani, masyarakat adat, koperasi dan pengusaha golongan ekonomi lemah bahkan UMKM. “Ini sikap politik negara yang harusnya konsisten dan berani dilakukan oleh penguasa-penguasa terdahulu sebagaimana amanat dari Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA), khususnya terkait dengan reforma agraria dan redistribusi aset serta wujud dari pengakuan hak masyarakat hukum adat yang juga menjadi bagian dari program nawacitanya Pak Jokowi,” kata anggota Komisi II DPR Arteria Dahlan dalam siaran persnya di Jakarta, Selasa (7/3/2017).

Rencana luas tanah yang hendak dibagikan adalah sebesar 12,7 juta hektar, sudah teridentifikasi baik melalui program IP4T, maupun hasil pemetaan bidang tanah yang dilakukan oleh kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR). Mengenai lokasi, memang tersebar di 34 propinsi dan belum diketahui karena Kementerian ATR belum menginformasikan. “Dari mana dan dimana saja lokasi bidang tanah itu, tanah-tanah itu berasal dari kawasan hutan, yakni sebesar 4,1 juta ha, yang sejatinya hutan adat maupun kawasan kehutahan lainnya dan sisanya merupakan hasil identifikasi atas terlantar yang berasal dari Kementrian ATR,” tambahnya.

Mengenai jumlah berapa banyak orang Indonesa yang akan mendapatkan tanah, lanjut anggota Fraksi PDIP, masih dalam proses inventarisasi. Pada prinsipnya rakyat miskin yang memiliki ketergantungan langsung dengan tanah yang bersangkutan, bisa petani, buruh tani, buruh, dan pekerja mandiri, masyarakat hukum adat, koperasi dan sebagainya. “Pembagian tanah ini dilaksanakan secara gratis tanpa dipungut biaya,” ucapnya.

Mengenai mekanisme redistribusi aset, pemerintah telah mencoba melakukan terobosan dengan tujuan agar lebih efektif, tepat sasaran, sesuai hukum, tidak menabrak hak ulayat dan sesuai rasa keadilan. Dimana dalam pendistribusiannya akan dibagikan secara kolektif, bukan perorangan seperti hak milik yang bersifat komunal dan tidak bisa diperjualbelikan, atau dilakukan pengalihan kepada pihak ketiga, sehingga kemungkinan di salah gunakannya akan semakin kecil.

Prinsipnya semua lahan atau bidang tanah, baik itu milik perorangan, perkumpulan orang (seperti firma, cv, persekutuan perdata maupun perserikatan/ perkumpulan) maupun badan hukum, yang dalam prakteknya dapat berupa petani, kelompok tani, PT, CV, Firma dan lain-lain maupun orang perorangan, penduduk atau warga masyarakat haruslah bersertifikat, sebagai bukti kepemilikan (subjek hukum) tersebut dengan tanah.

Hal serupa termasuk bagi tanah ulayat, tanah masyarakat hukum adat yang bersifat komunal. Ini penting sebagai bentuk perlindungan negara terhadap warga negara yang namanya tercantum dalam sertifikat. Pemegang sertifikat secara yuridis dianggap sebagai pemilik hak atas tanah yang dilindungi oleh hukum negara.

Pada prinsipnya, tanah adalah hak kebendaan (termasuk kebendaan tetap, barang tidak bergerak), sebagai konsekunsinya tanah bernilai komersial dan dapat dipindahtangankan melalui pengalihan hak, baik itu hibah, jual beli dan lain-lain. Memang terhadap tanah yang sudah bersertifikat justru mudah sekali berpindah tangan, akan tetapi tanah yang berasal dari redistribusi aset negara melalui program Presiden Jokowi ini tidak bisa dialihkan dan dipindahtangankan, itu akan tertera tegas di sertifikat tanah yang nantinya diberikan negara oleh mereka.

Dalam pembicaraan terakhir, minimal 10 sampai 20 tahun tanah tersebut tidak bisa dialihkan ke pihak ketiga. Ini terobosan baru, sangat fenomenal yang dibuat semata-mata uuntuk memastikan redistribusi aset negara secara gratis ini tepat sasaran, yakni kepada rakyat yang benar-benar membutuhkan dan akan menjadikan tanah tersebut sebagai alat produksi yang mampu meningkatkan taraf hidup maupun kesejahteraan mereka. “Luas bidang tanah yang dimiliki pemerintah sejumlah 108 juta bidang tanah. Jumlah bidang tanah yang sudah disertifikasi sebanyak 46 juta bidang tanah dan yang belum disertifikasi sebanyak 62 juta bidang tanah,” terang dia lagi.

DPR terus berupanya mengendorse pemerintah melalui Kementerian Agraria dan BPN untuk mempercepat sertifikasi, melalui pemetaan bidang tanah, dari sisi teknis kami telah menyetujui penambahan alat ukur, single map policy, serta perangkat iptek yang mempercepat pelayanan sertifikasi dan pendaftaran tanah. Dari sisi personil, kami juga telah menyetujui penambahan siswa sekolah kedinasan bg juru ukur, menambah jumlah juru ukur serta terakhir memperbolehkan adanya juru ukur swasta untuk membantu malakukan pengukuran dan mempercepat proses pendaftaran tanah. Kami menargetkan semua proses sertifikasi akan rampung paling lambat pada 2025, sesuai dengan janji dan paparan menteri ATR ke kami.

Target waktu redistribusi aset yang 12,7 juta hektar akan selesai 2025, diupayakan akan dilakukan secara bertahap, sering dengan Pelaksanaan program IP4T dan redistribusi aset yang dilakukan secara bertahap. “Saya optimis, semua akan lebih mudah nantinya karena kami sedang membahas RUU pertanahan yang nantinya akan semakin memperjelas hak, kedudukan serta kewenangan seluruh stakeholder pertanahan. RUU ini penguatan terhadap UUPA, memastikan negara hadir untuk senantiasa memperjuangkan tanah dan air untuk rakyatanya sekaligus dikonstruksikan sebagai penutup celah dan ruang bagi timbulnya carut marut, kisruh sengketa konflik dan perkara pertanahan,” pungkasnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

DPR Desak Jiwasraya Bayar Polis Nasabah

JAKARTA-Anggota DPR RI Nevi Zuairina mendesak Kementerian Badan Usaha MIlik

MII dan Azure OpenAI Dukung Pertumbuhan Berkelanjutan Melalui Adopsi AI

JAKARTA-Mitra Integrasi Informatika (MII), penyedia solusi digital terkemuka, mengumumkan inisiatif