DPR: Revisi UU Pilkada Harus Bersifat Solutif, Bukan Reaktif

Monday 24 Aug 2015, 1 : 38 pm
by
Anggota Komisi II DPR, Drs.Muchtar Lufthi Andi Mutty M,Si

JAKARTA-Undang-undang (UU) Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada dan UU Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik (Parpol) memang perlu diperbaiki secara total. Tetapi revisi UU itu seharusnya bersifat solutif dan tidak bersifat reaktif seperti sekarang ini.
Anggota Komisi II DPR RI F-Nasdem Drs.Muchtar Lufthi Andi Mutty M,Si menilai rencana anggota DPR merevisi UU Parpol dan Pilkada bukan satu solusi yang tepat untuk menyelesaikan persoalan di seputar pemilu. Sebab ada indikasi, revisi itu terlalu reaktif. “Kami dari Fraksi Nasdem melihat revisi UU Parpol dan UU Pilkada itu tidak memiliki urgensi dan tidak mendesak. Kita harus membuat UU yang sifatnya solutif, bukan reaktif,”tegasnya beberapa waktu lalu saat dimintai komentarnya seputar rencana revisi UU Parpol dan Pilkada di Kompleks Parlemen.
Menurut mantan staf khusus Wakil Presiden Boediono ini, ada tiga alasan mengapa revisi UU itu terkesan sangat reaktif. Pertama, terlalu menekankan pada kepentingan. “Walaupun UU adalah kesepakatan politik, mestinya, jangan melupakan kepentingan yang lebih besar yaity kepentingan rakyat, bangsa dan Negara,” jelasnya.
Kedua, DPR, terutama Komisi II sejak dilantik sampai saat ini hanya menyibukan diri mengurus dua UU ini. Sejak awal utak-atik terus dua UU ini. Padahal, masih banyak persoalan rakyat yang harus dipikirkan. “Masih banyak UU yang jauh lebih penting. Misalnya UU Pertanahan. Itu jauh lebih penting. Konflik agraria yang begitu banyak perlu dicarikan solusi dengan membuat sebuah UU yang betul-betul sifatnya solutif,” urai mantan Bupati Luwu Utara ini.
Ketiga, DPR seharusnya malu sama rakyat. “Walaupun DPR itu berisi para politisi yang berbicara tentang kepentingan, tetapi janganlah mempertontonkan secara vulgar bahwa kita di sini memang lebih mengutamakan kepentingan pribadi, kelompok dan golongan dari pada kepentingan masyarakat yang lebih luas.,” tukasnya
Karena itu, menurutnya, konflik Golkar dan PPP tidak perlu diselesaikan dengan merevisi kedua UU itu. “Itu bulan solusinya. Persoalan kedua parpol ini tidak perlu diakomodir dengan merevisi UU Parpol dan Pilkada. Jangan, janganlah. Masa selama satu semester kita bekerja, terutama Komisi II hanya mengutak-atik kedua UU itu saja. Kita malu dong sama rakyat,”ujarnya.
Meski demikian, Muchtar mengakui kedua UU ini memang sangat tidak sempurna. Hal ini dimaklumi karena pembahasan UU itu syarat dengan kepentingan parpol. “Terlalu banyak bolongnya. Ini memang pembelajaran bagi kita, terutama Parpol ke depannya untuk semakin dewasa. Supaya ini tidak terulang lagi ke depan,” ujarnya.
Karena itu, mantan stasus Wapres Bidang Penanggulangan Kemiskinan dan Otda era SBY ini setuju agar kedua UU itu diperbaiki. Jika perlu diganti seluruhnya. “Pada dasarnya saya tetap setuju ada perubahan atas UU ini. Kalau saya jangan cuma revisi, kita ganti UU ini, terlalu banyak bolong-bolongnya, celah-celahnya di situ,”tegasnya.
Dia menegaskan, perubahan total itu sebagai persiapan untuk Pilkada 2017 yang akan datang dan seterusnya. “Jadi intinya , kita ganti itu UU, kita buat UU baru yang sifatnya solutif, bukan reaktif. UU ini sangat reaktif. Bukan Cuma UU ini saja, tetapi juga UU lain, karena banyak sekali UU yang lahir di DPR ini yang sangat reaktif. Itu makanya begitu gampang digugurkan di MK. Karena bukan kepentingan yang lebih luas yang dilihat,” pungkasnya. (EH)

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

Suami Artis Sandra Dewi Ditahan Kejagung

JAKARTA –  Harvey Moeis  (HM)  ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan
Petrus Salestinus

KPK Dalam Bahaya Jika Sofyan Basir dan Syafruddin Temenggung Tuntut Balik Secara Pidana

JAKARTA-Mantan Komisioner Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara (KPKPN), Petrus Salestinus