DPR Sesalkan Presiden Belum Tandatangani UU MD3

Monday 5 Mar 2018, 3 : 23 pm

JAKARTA-DPR menyesalkan sikap Presiden yang seakan-akan tidak memiliki pemahaman terhadap UU MD3 yang sudah disahkan DPR bersama pemerintah tersebut. Sehingga belum dotandatangani sampai hari ini. “Kalau tidak ditandatangani ini mungkin karena komunikasi Presiden yang kacau. Seharusnya Istana itu mempunyai struktur komunikasi yang benar,” kata , Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah pada wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan Jakarta, Senin (5/3/2018).

Fahri juga menyayangkan sikap Presiden yang malah mengundang para pakar hukum guna meminta pendapat terkait hasil dari revisi UU MD3. Menurutnya, Presiden lebih baik meminta pendapat dari partai pendukung pemerintah atau dari pimpinan DPR. “Presiden dari pada dia mendengar pakar, lebih baik dia dengar partai-partai pendukungnya atau pimpinan DPR. Setahu saya kami ini ada dua surat konsultasi (soal UU MD3) ke Istana, tapi enggak dijawab,” ungkapnya.

Menurut Fahri, sampai saat ini belum ada surat dari F-PDIP terkait sosok yang akan menduduki kursi Wakil Ketua DPR yang baru, karena masih menunggu UU MD3 masuk dalam lembaran negara.

Rencananya, pelantikan pimpinan DPR yang baru menunggu 30 hari sejak pengesahan UU MD3 di paripurna DPR yaitu sekitar tanggal 15 Maret 2018. “Belum, nanti enggak enak kalau kita sebut nanti malah PDIP punya perhitungan sendiri jadi belum ada,” katanya.

“Saya kira kalau sudah ada nomor UU dari presiden ya kan dari setneg masuk kelembar negara di Kumham dan dikirim nanti ke DPR. Nah dengan dasar UU itu kita udah bisa melantik,” ungkapnya.

Selain itu Fahri Hamzah merasa sedih melihat lembaga KPU sekarang ini. Dia meminta agar KPU segera memperbaiki diri dan harus independen dari segala intervensi yang ada.

“Ya itulah. Saya terus terang agak sedih melihat KPU sekrang ini dan kalau tidak memperbaiki diri, bisa merusak reputasi dan kredibilitas pemilihan yang akan datang,” kata Fahri.

Fahri mengaku sempat kaget ketika KPU menyatakan PBB tidak memenuhi syarat menjadi peserta Pemilu 2019. Padahal, PBB termasuk partai lama. Ia heran bagaimana bisa partai lama bisa ditiadakan sedangkan partai baru bisa dengan mudah muncul dan ikut pemilu.

Karena itu, ia meminta harus ada evaluasi oleh penyelenggara pemilu baik KPU maupun Bawaslu.
“Kecerobohan dalam banyak kasus ini menurut saya harus dievaluasi. Saya kaget waktu PBB ditiadakan, sementara partai yang enggak jelas saja tiba-tiba jadi peserta pemilu. Enak betul itu,” jelasnya.

Karena itu dia mengingatkan KPU harus berhati-hati. Karena KPU bisa saja dituduh memihak kepada sejumlah partai. Sebab, selama ini keberadaan PBB itu fakta ada dengan dibuktikan adanya anggota DPRD di daerah-daerah.

“Kalau PBB jelas ada DPRD-nya di seluruh kabupaten, masak ini ada partai yang enggak pernah kita ketemu papannya di seluruh Indonesia tiba-tiba ikut pemilu. Jadi, hati-hati ini KPU bisa dituduh membuat partai basisnya bukan administrasi. Bisa ada anggapan karena isu-isu lain,” pungkasnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

Batik Air Mendatangkan Airbus 330-300CEO Pertama

JAKARTA-Batik Air (kode penerbangan ID) member of Lion Air Group

Pengendalian Inflasi, Pemerintah Harus Jaga Stabilitas Harga dan Rantai Pasok

JAKARTA-Kenaikan harga makanan dan energi mengerek inflasi bergerak naik, bahkan