DPR Tolak Opsi Kenaikan Harga BBM Bersubsidi

Tuesday 19 Mar 2013, 7 : 22 am
by

JAKARTA- Anggota Komisi XI DPR RI dari fraksi PDI-Perjuangan Arif Budimanta menolak rencana pemerintah menaikkan harga BBM subsidi. Pasalnya, masih banyak cara dan opsi yang bisa dilakukan pemerintah tanpa harus menaikkan harga BBM. Itu juga tanpa harus berdampak pada pembengkakan anggaran BBM subsidi.  “Dari lifting minyak kita 850 ribu barel perhari, harga patokan yang ada di APBN 100 dollar AS perbarel. Kalau hitung-hitungan saya, masih bisa bertahan dengan asumsi atau patokan itu tanpa APBN jebol. Tetapi, ya itu pemerintah sendiri harus obyektif dong dalam menentukan besaran biaya produksi minyak sendiri,”  jelas  Arif di Jakarta, Selasa (19/3).

Sebelumnya Staf Khusus Presiden untuk Penanggulangan Kemiskinan HS Dillon kepada wartawan, Kamis (14/3) menyebutkan, seluruh penasihat Presiden SBY telah meminta presiden mengambil keputusan untuk menaikkan harga BBM bersubsidi yang disarankan pada April 2013 ini.
Sejauh ini kata dia, pemerintah juga belum pernah menyampaikan niatnya untuk menaikkan harga BBM subsidi ke DPR. “Karena struktur harganya bagaimana, kita ingin tau juga. Mulai dari harga beli BBM-nya, pajak-pajaknya, revenue, dan biaya pengiriman,” tukasnya. Termasuk margin untung yang diambil oleh distributor, dari mulai Pertamina sampai pangkalan dan SPBU.

Sehingga, kata politisi PDI-Perjuangan ini, opsi kenaikan harga BBM itu harus menjadi opsi terakhir untuk mengatasi persoalan pembengkakan APBN. “Ini kan pemerintah yang dilakukan selama ini selalu nakut-nakuti rakyat, untuk masalah BBM ini. Seolah-olah kalau harga BBM tidak dinaikkan, maka kemudian APBN jebol. Ini buktinya tidak ada masalah. Tahun lalu kita juga ada tambahan untuk subsidi BBM, malah APBN-nya sisa hampir Rp 50 triliun yang tidak kepakai,” tutur Arif.

Tudingan pemerintah bahwa pembengkakan penggunaan BBM subsidi bisa membuat jebol APBN, menurut Arif belum tentu benar. Karena, jangan-jangan jebolnya kuota BBM subsidi itu bukan lantaran pertumbuhan ekonomi yang normal, tapi lebih pada kasus pengawasan dari pemerintah dalam penyaluran BBM subsidi yang lemah, tidak tepat sasaran, dan terjadi kebocoran. “Sehingga kalau itu yang terjadi, kelalaian atas pembengkakan BBM subsidi ada di pemerintah sendiri,” ujar dia.

Lebih lanjut dia meminta pemerintah lebih obyektif dan transparan dalam hitung-hitungan sebelum menaikkan harga BBM subsidi. Sebab, masyarakat saat ini tidak lagi ‘bodoh’ dan telah cukup tau soal perhitungan dalam penentuan harga wajar BBM. “Sehingga kalau pemerintah terkesan menutup-nutupi soal biaya dan perhitungan dalam penentuan harga BBM ini, masyarakat pun tau cara perhitungan dan penentuan akhir harga BBM tanpa harus mengganggu APBN,” tukas dia.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

“Operasional” KEIN Dibiayai APBN

JAKARTA-Komite Ekonomi dan Industri Nasiobal (KEIN) zaman Presiden Jokowi berbeda
pertumbuhan laba bersih tersebut utamanya berasal dari pertumbuhan Fee Based Income (FBI) dan Net Interest Income (NII) yang masing-masing sebesar 16,8 persen dan 17,6 persen (y-o-y).

Laba Bersih BBTN Melambung 23,89% Jadi Rp774 Miliar

JAKARTA-PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BBTN) mengumumkan, selama tiga