Formula Pembebasan Ustadz ABB

Thursday 24 Jan 2019, 5 : 34 pm

Oleh: Azmi Syahputra

Pro kontra pembebasan Ustadz Abu Bakar Baaysir (ABB) sampai saat ini belum juga menemukan titik temu. Ada beberapa hal yang harus dilakukan, secara fakta diketahui selain faktor usia dan kesehatan serta kemanusiaan.
Semestinya setingkat Ustadz ABB yang secara usia semakin banyak mendapat hikmah tentunya semakin transdental sejatinya sudah Pancasila. Karena Indonesia itu syarat memiliki nilai ketuhanan.

Jadi jika ditarik muara pro kontra pembebasan bersyarat, saat ini adalah adanya perdebatan atau hambatan antara yang formal prosedural yang dipersyaratkan dan hal yang substantif. Maka Presiden harus memilih mana yang paling mendekati rasa adil dari kasus ini.

Jadi bisa saja presiden belum sepenuhnya mengikuti isi Undang-Undang, terutama jika ada aturan yang dirasa menghambat terwujudnya keadilan dan nilai kemanusiaan. Dalam hal ini khususnya memperhatikan kasus Ustadz ABB dengan segala pertimbangan yang menyeluruh seperti faktor-faktor yang selama ini menjadi perhatian khusus.

Presiden memiliki kewenangan mencari dan menemukan jalan keadilan, apalagi dengan situasional dan case khusus ini dengan dasar, bahwa presiden sebagai ultimate decision maker.

Terutama jika ditarik melalui Pasal 28 J ayat(2) UUD 1945 yang diberikan wewenang untuk menentukan penilaian atau membuat pertimbangan atau penghapusan pembatasan atas syarat prosedural, in case dalam kasus Ustadz ABB.

Inilah pintu bagi presiden untuk membantu dan keluar dari jalan buntu, aturan formal dibanding menegakkan hal substantif.

Tentunya sekali lagi dengan pertimbangan yang teliti matang, detail dan terukur yang selanjutnya dapat dibuatkan menjadi salah satu produk hukum yang menjadi kewenangan presiden.

Jadi presiden jika membantu atas nama kemanusiaan, kesehatan dan umur untuk Ustadz ABB tidak boleh tanggung harus maksimal gunakan payung hukum pasal 28 J ayat (2) ini formulasinya.

Dalam sidang dan pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi (MK) selalu disinggung ketentuan pasal ini, dalam putusannya berkait kewenangan ini yang secara konstitusional hanya dimiliki presiden atau DPR sebagai pemegang kata akhir. Dalam hal ini sebagai pembuat Undang Undang dan secara operasional.

Sementara dalam proses menuju mencari jalan atasi persoalan payung hukum, sebagai langkah konkrit presiden dapat mengirimkan sarana yang mendukung untuk kesehatan dan sarana kemudahan mendukung aktifitas beliau. Misal mengirimkan dokter khusus secara berkala, sarana kamar, sarana ibadah, termasuk fasilitas kamar, termasuk secara leluasa menerima kunjungan keluarga.

Ini solusi sekaligus pancaran putusan presiden sebagai menjalankan nilai-nilai Pancasila yang menekankan pentingnya adil dan keadilan. Serta Sila Ketuhanan yang Maha Esa dikaitkan dengan sila lain adalah terwujudnya penghargaaan atas fitrah manusia yang berketuhanan, guna terwujudnya nilai negara kebangsaan yang religius. (Religious welfare state).

Maka saatnya presiden bergerak cepat, menciptakan preseden baru dalam membangun rasa hormat dan nilai nilai kemanusiaan, terutama dalam kondisi yang khusus bagi Ustadz ABB.

Selain catatan kecil diatas dan upaya pertimbangan hukum diatas, yang tak kalah penting iktiar maksimal.

Ada baiknya peran keluarga untuk ikut membantu beliau termasuk kaum kerabat (sahabat dan ulama) agar beliau berkenan melakukan kepentingan yang terbaik guna terpenuhinya kesehatan dan nilai nilai kemanusiaan, termasuk memberi keteladanan pada anak cucu Indonesia untuk selalu cinta tanah air dan menjaga persatuan Indonesia. ***

Penulis adalah Dosen Fakultas Hukum Universitas Bung Karno & Ketua Asosiasi Ilmuwan Praktisi Hukum Indonesia (Alpha)

Don't Miss

Indonesia Berhasil Bangun Industri Gula Terintegrasi

JAKARTA-Kementerian Perindustrian (Kemenperin) fokus mendorong peningkatan produktivitas dan pengembangan industri

Prima Founder Umumkan Launching PT Armada Prima Founder Sebagai Publishing

YOGYAKARTA–Prima Founder Records yang selama ini bergerak di bidang record