Hasil KTM 9 WTO Bali , Menenggelamkan Ekonomi Rakyat

Monday 9 Dec 2013, 6 : 39 pm
by

JAKARTA-Koalisi masyarakat sipil Indonesia yang tergabung dalam Gerakan Rakyat Lawan Neokolonialisme dan Imperialisme (Gerak Lawan) menolak Paket Bali WTO dan mengecam peran aktif Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam meloloskannya. Kesepakatan tersebut telah meletakkan tujuan keadilan sosial, kesejahteraan rakyat, dan keberlanjutan lingkungan pada prioritas terendah, karena potensinya memperbesar praktek korupsi dan menjadi sandera politik pemerintahan baru pasca 2014. “Kami menyerukan kepada petani, nelayan, UMKM, dan buruh untuk menolak Paket Bali,”  ujar Ketua Umum Serikat Petani Indonesia, Henry Saragih di Jakarta, Senin (9/12).

Seperti diketahui, pada 7 Desember lalu, WTO mengumumkan disepakatinya Paket Bali oleh 160 negara anggota. Setelah terjadinya skandal politik tukar-guling (trade-off) untuk menyelesaikan dua isu: Perjanjian Fasilitasi Perdagangan (Trade Facilitation) dan Proposal Public Stockholding for Food Security dalam Perjanjian Pertanian.

 Hasilnya, Perjanjian Trade Facilitation berhasil diadopsi dengan mengakomodasi semua keinginan negara industri mendapatkan kemudahan akses impor dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonominya yang kini tengah terjerembab dalam krisis ekonomi berkepanjangan. Hal ini dapat terlihat dalam kesepatan Trade Facilitation menyepakati penghapusan hambatan  dalam aturan kepabeanan sehingga mempercepat arus barang impor dan rendah biaya serta reformasi perpajakan

Menurut Henri, Presiden SBY telah merendahkan martabat bangsa Indonesia, dengan membiarkan Paket Bali disepakati atas peran aktif Pemerintah Indonesia. Rezim SBY telah mewariskan kerusakan ekonomi nasional dengan mendorong secara massif sistem ekonomi liberal. “Oleh sebab itu, Gerak Lawan mengajak seluruh rakyat Indonesia untuk tidak memilih calon pemimpin indonesia yang mendorong sistem perdagangan bebas di Indonesia, khususnya yang Terlibat dalam meloloskan paket Bali WTO,” tegasnya.

Dia mengatakan, paket Bali WTO ini menenggalamkan petani Indonesia.  Sayang, lemahnya soliditas dan kepemimpinan negara Anggota G33 telah mendorong lahirnya kesepakatan Proposal Agriculture dengan solusi “Peace Clause”. Yakni, selama empat tahun ke depan negara industri berjanji menahan diri tidak menggugat negara berkembang yang menambah pemberian subsidi kepada petaninya. Ini kabar buruk bagi petani Indonesia. Sebab pemerintahnya dilarang melakukan perlindungan bagi petani kecil dari ancaman liberalisasi, apapun yang terjadi termasuk jika mengalami gagal panen karena dampak perubahan iklim,” tegasnya.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

Jero Wacik: Stok BBM Normal

JAKARTA-Terbatasnya kuota BBM Bersubsidi memaksa pemerintah untuk melakukan pengendalian distribusinya.

Hasto PDIP: Pangan Lambang Supremasi Negara

JAKARTA-Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto menginginkan terciptanya kedaulatan pangan