Impor Daging Dinilai Salahi Aturan

Tuesday 2 Apr 2013, 7 : 32 pm
kemendag.go.id

JAKARTA – Hasil audit melalui sistem Pengendalian Intern (SPI) yang dilakukan Badan Pemeriksa keuangan (BPK) menyebutkan adanya temuan ketidakpatutan terhadap Undang-Undang  dalam program Swasembada Daging sapi, khususnya pengendalian impor daging 2010-2012. “Hasil pemeriksaan menunjukkan adanya kasus kelemahan SPI dan ketidakpatutan terhadap ketentuan perundang-undangan,” kata Kepala BPK Hadi Poernomo di Paripurna DPR, Jakarta, Selasa (2/4).

Menurut Hadi, sampai September 2011, BPK menilai penetapan kebutuhan impor, pemberian kuota dan penerbitan surat persetujuan pemasukan (SPP) atas impor daging dan jeroan sapi seluruhnya masih kewenangan Kementarian Pertanian. “Realisasi Impor daging sapi 2010 dan 2011 melebihi kebutuhan impor masing-masing sebanyak 83,8 ribu ton atau 150 persen dari kebutuhan Impor, serta 67,1 ribu ton atau 187 persen dari kebutuhan impor,” tambahnya

Sedangkan pada periode Oktober 2011 sampai sekarang, kewenangan penetapan kebutuhan impor yang telah melalui rapat koordinator terbatas dikoordinasikan menko perekonomian. Kewenangan pemberian Persetujuan impor (PI) oleh menteri perdagangan serta kewenangan pemberian rekomendasi persetujuan pemasukan (RPP) oleh menteri pertanian. “Masih ditemukan kelalaian dalam penerbitan PI yang tidak berdasarkan RPP,” terangnya

Selain itu, lanjut Hadi, terdapat lima kasus impor daging sapi yang diduga melanggar peraturan dan perizinan yang diberikan dengan beberapa indikasi.

Indikasi tersebut yakni, tanpa SPP, memalsukan dokumen invoice pelengkap persetujuan Impor Barang (PIB), memalsukan surat persetujuan impor daging sapi, tanpa melalui karantina, dan mengubah nilai transaksi untuk membayar bea masuk lebih rendah

 Sementara itu, Wamendag Bayu Khrisnamurti melakukan reverifikasi komoditi-komoditi sebagai strategi menangani impor hortikultura. “Reverifikasi ini dilakukan dengan memperhatikan apakah komoditi-komoditi tersebut memang harus diimpor agar memenuhi konsumsi kita atau tidak,” ujarnya

Menurut Bayu, komoditi-komoditi yang layak diimpor adalah komoditi yang tidak bisa dihasilkan di Indonesia tapi banyak dikonsumsi atau komoditi yang hanya sedikit produksinya. “Ini merupakan salah satu strategi yang tepat untuk menangani impor hortikultura yang berlebihan,” lanjutnya.

Bayu menambahkan, ada jenis-jenis komoditi yang tidak bisa dihasilkan di Indonesia tapi banyak dikonsumsi misalnya seperti buah kiwi. Untuk memenuhi konsumsi memang harus dilakukan impor. “Bukan hanya komoditi hortikultura saja, daging juga seperti itu. Ada jenis daging yang tidak bisa dihasilkan di Indonesia, makanya reverifikasi itu sangat perlu,” pungkasnya. **can

 

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

“Open Access” Dinilai Untungkan Trader Gas

JAKARTA-Kalangan DPR mencurigai kebijakan pemanfaatan pipa bersama (open access) di

Sambut Investor Masuk, Pemerintah Siapkan Standardisasi Produk Rokok Elektrik

JAKARTA-Kementerian Perindustrian (Kemenperin) turut berperan aktif meningkatkan nilai investasi di