Impor Pangan Ancam Kedaulatan Pangan

Thursday 16 May 2013, 8 : 22 pm
by

JAKARTA-Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI) Henry Saragih mendesak pemerintah untuk segera menghentikan impor gandum yang volume impornya terus meningkat setiap tahun. Selain menguras devisa yang sangat besar, ketergantungan terhadap pangan impor ini membahayakan kedaulatan pangan Indonesia.  “Saya mendesak agar kebijakan gandum ini harus dikendalikan pemerintah.  Selain itu, harus dikenakan bea masuk impor gandum ini.  Tidak boleh seperti sekarang. Kalau dibiarkan seperti ini, kita sendiri yang rugi,” jelas dia di Jakarta, Selasa (14/5).

“Nanti suatu hari, saat rakyat Indonesia tergantung ke gandum, semuanya makan roti, harga gandum pasti melonjak naik. Ini kan permainan dagang,” kata Henry yang juga Koordinator La Via Campesina ini.

Pemerintah kata dia harus belajar pada kasus kedelai impor. Awalnya murah, hanya 1.800 rupiah per kilogram. Begitu produksi kacang kedele dalam negeri anjlok  maka secara otomatis harga kedele menjadi mahal. “Demikian juga gandum ini. Kalau dia menjadi komoditi yang menjadi kebutuhan dasar kita, baru harga gandum ini akan mahal. Jadi, pemerintah semestinya berpikir untuk kepentingan bangsa bersifat jangka panjang,” tegas dia.

Karena itu kata dia, sudah waktunya bagi pemerintah untuk menyetop impor gandum ini. Selama ini, impor gandum ini menguras devisa yang sangat besar. “Jadi, harus dibatasi atau dihentikan impor ini. Kalaupun tidak bisa distop maka bea masuknya harus besar. Ini salah satu cara agar masyarakat tidak tergantung pada gandum dan beralih untuk mengkonsumsi pangan yang bisa dihasilkan oleh negeri sendiri. Misalnya, beras, bahan ubi-ubi, tepung sagu, pisang dll,” tutur dia.

Menurut dia, kebijakan impor itu semestinya mengacu pada kebutuhan dalam negeri sehingga masyarakat tidak terus menerus bergantung pada pangan impor. “Bayangkan saja, dulunya itu food aid (produk yang tidak dibeli). Tahun 1969, gandum ini masuk artikel bantuan pangan. Terus berubah menjadi impor pangan yang mendapat bantuan dari luar negeri dam terakhir, kita harus membeli gandum ini. Dari yang awalnya hanya puluhan ton, sekarang sudah menjadi berjuta ton,” urai dia.

Selama ini dia menilai,  pemerintah mengabaikan potensi pangan rakyat. Pangan rakyat ini sengaja tidak diberdayakan sehingga kuat alasan bagi pemerintah untuk impor pangan.  Karena itu yang harus dilakukan adalah kampanye nasionalis pangan Indonesia. Langkah ini mencegah Indonesia dari tuntutan perdagangan dunia. “Jadi, perlu kampanye cinta pangan dan kampanye makan sehat. Karena makan roti ini bukan makanan sehat,” kata dia.

Langkah ini harus disertai dengan pengenaan tarif bea masuk. Ini diperlukan agar harga gandum ini lebih mahal dari bahan pangan lokal. “Kalau harga gandum ini tinggi, orang tidak akan membeli. Dan rakyat akan kembali ke makanan pokok dalam negeri,” jelas dia.

Selain itu lanjut dia, pemerintah harus segara membangun dukungan bagi berkembangnya industri makanan lokal yang bersumber dari bahan lokal. Misalnya, pengolahan tepung tapioka, tepung sagu, tepung sukun, tepung jagung dll. Artinya, semua potensi pangan lokal harus diberdayakan. Langkah ini harus disertai dengan peningkatan kapasitas produksi pangan lokal.  “Saat ini, tanah rakyat banyak beralih fungsi menjadi lahan kelapa sawit untuk kepentingan ekspor. Alangkah baiknya, lahan-lahan subur ini diarahkan untuk memproduksi kebutuhan pangan nasional,” pungkas dia.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

Kuis Penjaga Langit Semakin Diminati

JAKARTA-Kuis Penjaga Langit yang diselenggarakan Komando Pertahanan Udara Nasional (KOHANUDNAS)

RUU Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBN 2018 Disetujui DPR

JAKARTA-Seluruh fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyatakan persetujuannya atas