Indonesia Harus Tangguh Menghadapi Cyber War

Thursday 21 Nov 2013, 8 : 20 pm
by

SURABAYA-Liberalisasi telekomunikasi yang telah diberlakukan sejak tahun 1995 telah menyebabkan teknologi, informasi, dan komunikasi (TIK) Indonesia terlalu terbuka, baik secara pengelolaan maupun pemilihan teknologi. Pakar teknologi komunikasi Sarwoto Atmosutarno mengutarakan bahwa salah satu dampak paling buruk dari liberalisasi tersebut adalah komunikasi yang dilakukan oleh jajaran pejabat pemerintahan yang seyogyanya sarat pengamanan terabaikan dan mendapatkan perlakuan layaknya komunikasi publik. Sementara, disain komunikasipublik adalah jaringan terbuka yang rawan penyadapan. “Cyber War itu nyata dan tidak perlu deklarasi perang. Geopolitik dan geostrategi mendesak kita untuk segera membangun cyber defense berbasis
teknologi terestrial maupun ruang angkasa/satelit berbasis digital,” ujar Sarwoto.

Sejak liberalisasi, terang Sarwoto, jaringan telekomunikasi militer dan keamanan Indonesia tertinggal  dibanding jaringan telekomunikasi publik.

Ketertinggalan ini kemudian diperparah dengan belum adanya kesadaran akan pentingnya keberadaan cyber war dan cyber defense di kalangan pembangun dan pengelola jaringan tersebut yang seharusnya segera direalisasikan dan tidak hanya menjadi wacana. “Selama pejabat publik menggunakan jaringan komunikasi publik jelas tidak aman. Sudah saatnya komunikasi pemerintahan dibuatkan sistem telekomunikasi khusus. Padahal UU No. 36/1999 telah menyebutkan soal ini tetapi pelaksanaannya minim, bahkan prioritasnya terabaikan,” terang mantan Ketua Asosiasi Telekomunikasi Seluler Indonesia (ATSI) ini.

Sarwoto mengungkapkan bahwa idealnya pejabat dan instansi pemerintah serta pihak-pihak yang rawan mendapatkan serangan dalam cyber war difasilitasi dengan Jaringan Pengguna Khusus (Closed User Group, CUG) yang lebih aman. Dengan jaringan semacam ini, aktivitas telekomunikasi pejabat dan instansi pemerintah atau bahkan figur publik dapat dilindungi keamanannya secara khusus dan tertutup, dengan hierarki yang jelas standar operasinya.

Menurut Sarwoto, hierarki jaringan akses, pengumpul, dan backbone bisa didesain dengan algoritma yang berlapis-lapis dan diacak. Interkoneksi jaringan khusus dengan jaringan publik dibatasi dan terkendali baik untuk layanan suara, data, dan video termasuk internet protokol yang digunakan. “CUG dengan disain topologi jaringan khusus saat ini digunakan oleh banyak negara yang sudah sangat sadar peranan cyber war dalam perang modern,” ungkapnya.

Dengan sumber daya yang ada, Sarwoto optimistis Indonesia mampu membangun jaringan cyber defense yang tangguh. Menurutnya, kurang lebih dalam jangka lima tahun kita sudah bisa mengejar ketertinggalan di bidang ini. “Yang penting ada konsistensi perencanaan dan tidak tergantung pada periode siapa yang berkuasa untuk melaksanakannya,” pungkas Sarwoto

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

BTN Komit Jalankan Protokol Kesehatan

JAKARTA-PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk melakukan rapid test kepada

Pemerintah Pastikan Stok LPG Aman

JAKARTA-Pemerintah memastikan pasokan Liquified Petroleum Gas (LPG) selama Idul Adha