SULAWESI TENGAH-Pemerintah mendorong percepatan pembangunan industri bahan baku baterai lithium yang akan mendukung pengembangan kendaraan listrik di Indonesia. Langkah strategis ini sesuai implementasi peta jalan industri otomotif nasional dan program prioritas Making Indonesia 4.0.
“Salah satu kunci sukses pengembangan kendaraan listrik adalah teknologi baterai dan powertrain elektrik motornya,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto pada Peletekan Batu Pertama PT. QMB New Energy Materials di kawasan Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP), Sulawesi Tengah, Jumat (11/1).
Peresmian
pembangunan industri tersebut ditandai melalui penandatanganan prasasti
oleh Menperin dan Menteri Kooridanor Bidang Kemaritiman Luhut Binsar
Panjaitan. Turut hadir menyaksikan, antara lain Bupati Morowali Taslim,
Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Dito Ganinduto, Managing Director PT IMIP Hamid Mina, dan Chairman GEM Co Ltd Prof. Xu Kaihua.
Menperin
menjelaskan, proyek pembangunan pabrik yang memproduksi material energi
baru dari nikel laterit ini dapat memenuhi kebutuhan bahan baku baterai
lithium generasi kedua. “Ini adalah industri new battery, new energy material, yang menghasilkan high purity nickel cobalts compounds for rechargeable batteries,” tuturnya.
Airlangga meyakini, melalui proyek smelter berbasis teknologi hydrometalurgi
tersebut, Indonesia akan menjadi tuan rumah dalam pengembangan industri
baterai untuk kendaraan listrik. Selain itu juga membuat struktur sektor otomotif di dalam negeri semakin kuat.
“Berdasarkan
peta jalan pengembangan industri otomotif nasional, pada tahun 2025,
target kita 20 persen dari total produksi kendaraan di Indonesia adalah
yang berbasis elektrik. Artinya, ketika produksi kita mencapai 2 juta
unit per tahun, sebanyak 400 ribu itu kendaraan listrik,” paparnya.
Sedangkan, Making Indonesia 4.0 menargetkan pada tahun 2030, Indonesia menjadi basis produksi kendaraan jenis Internal Combustion Engine (ICE) maupun Electrified Vehicle untuk pasar domestik hingga ekspor. Hal ini didukung oleh kemampuan industri nasional dalam memproduksi bahan baku dan komponen utama serta optimalisasi produktivitas sepanjang rantai nilai industri tersebut.
Guna merealisasikan sasaran itu, Kementerian Perindustrian bertekad untuk senantiasa mendukung dan memfasilitasi kebutuhan para pelaku industri di dalam negeri. Hal ini guna mewujudkan kemandirian dan kebanggaan nasional.
“Maka itu, kami akan kawal dan akselerasi pembangunan industri ini bisa selesai atau beroperasi pada 16 bulan ke depan,” ungkapnya.
Airlangga menambahkan, selain untuk memenuhi kebutuhan domestik, produksi PT. QMB New Energy Materials juga akan menyasar ke pasar ekspor.
“Sesuai dengan arahan Bapak Presiden Joko Widodo, dalam upaya menggenjot ekspor, diperlukan peningkatan investasi,” jelasnya.
PT. QMB New Energy Materials merupakan wujud kerja
sama antara perusahaan Tiongkok, Indonesia dan Jepang yang terdiri dari
GEM Co.,Ltd., Brunp Recycling Technology Co.,Ltd., Tsingshan, PT IMIP
dan Hanwa. Pabrik ini akan dikembangkan dengan lahan seluas 120 hektare.
Total
investasi yang ditanamkan sebesar USD700 juta dan akan menghasilkan
devisa senilai USD800 juta per tahun. Dari pabrik ini juga bakal
menciptakan penyerapan tenaga kerja langsung sebanyak 2.000 orang.
PT. QMB New Energy Materials memiliki
kapasitas konstruksi nikel sebesar 50.000 ton dan kobalt 4000 ton, yang
akan memproduksi di antaranya 50.000 ton produk intermedit nikel
hidroksida, 150.000 ton baterai kristal nikel sulfat, 20.000 ton baterai
kristal sulfat kobalt, dan 30.000 ton baterai kristal sulfat mangan.
Menko Luhut menyampaikan, proyek pembangunan pabrik nikel literit di Morowali ini merupakan industri pertama di Indonesia, bahkan akan menjadi salah satu produsen yang terbesar di dunia.
“Jadi, kita tidak mau lagi ekspor raw material, sehingga ada peningkatan nilai tambah. Ini menjadi suatu kemajuan yang luar biasa. Apalagi pabrik ini menggunakan teknologi canggih,” ujarnya.
Chairman GEM Co Ltd Prof. Xu Kaihua mengemukakan, proyek ini melebur nikel laterit menjadi elemen penting untuk daya baterai. Adanya bahan baku nikel kobalt, dengan penggunaan teknologi canggih dan ramah lingkungan serta proses produksi yang pintar, mampu mencipatkan suatu proses produksi yang sempurna.
“Jadi, akan memberikan contoh bagi dunia sebuah industri yang mengubah nikel laterit menjadi suatu energi yang baru,” terangnya.