Keterpilihan Jokowi Masih 37,46%

Sunday 22 Dec 2013, 6 : 55 pm
by
kompas.com

JAKARTA-Tingkat keterpilihan Joko Widodo dalam bursa calon presiden (capres) 2014 masih sangat tinggi.

Jokowi meraih elektabilitas 37,46% , jauh meninggalkan kandidat lainnya seperti Prabowo Subianto yang meraih 11,72% dan Aburizal Bakrie 11,67%.

“Diurutan keempat duduk nama Jusuf Kalla dengan angka 6,12 persen, kemudian Wiranto di 5,78 persen,” ujar Direktur Eksekutif Pol-Tracking Institute, Hanta Yuda AR saat merilis hasil survei nasional bertajuk “Menakar Kandidat Capres dan Perilaku Pemilih dalam Pemilu Presiden 2014” di Jakarta, Minggu (22/12).

Lima berikutnya yakni Megawati Soekarnoputri dengan 3,31% diurutan keenam, Mahfud MD 2,17 %, di posisi ketujuh disusul Hatta Rajasa 1,33 % diurutan delapan.

Sementara Surya Paloh ada di angka 1,19% dan terakhir Dahlan Iskan 1,099%.

Sementara nama lainnya ada sekitar 3,64 persen.

Kemudian yang menjawah tidak tahu atau tidak jawab sebanyak 14,52%.

“Jokowi adalah tokoh yang berangkat dari kepala daerah, Aburizal Bakrie berangkat dari profesional, dan Prabowo berangkat dari militer. Artinya, setiap tokoh baik dari kalangan kepala daerah, profesional maupun militer mempunyai kesempatan yang sama sebagai capres maupun cawapres. Terutama tokoh dari profesi kepala daerah ternyata berhasil masuk dalam orbit elektabilitas tertinggi, merupakan fenomena baru sepanjang perjalanan demokrasi elektoral Indonesia,” jelasnya.

Kegiatan riset survei dilakukan pada 13 September 2013 hingga 11 Oktober 2013 secara serempak di 33 provisi di seluruh Indonesia dengan jumlah sampel sebanyak 2010 responden berusia minimal 17 tahun.

Berdasarkan hal ini, diperkirakan margin of error sebesar +/-2,19% pada tingkat kepercayaan 95%.

Penarikan sampel survei ini menggunakan metode multi-stage random sampling, sedangkan pengambilan data melalui wawancara tatap muka dengan kuesioner.

Menurut Hanta, ada beberapa temuan menarik dari hasil survei nasional ini.

Jika tidak ada ‘goncangan’ politik nasional, berdasarkan survei ini, angka partisipasi pemilih dalam pemilu 2014 mendatang cenderung tinggi, jika dipotret dari minta pemilih.

Hal ini dikonfirmasi oleh persentasi publik-pemilih yang menyatakan berminat memberikan suaranya dalam pemilu presiden sebesar 40% menyatakan ‘sangat berminat’ dan 44% menyatakan ‘cukup berminat’.

Namun, dengan catatan pemilih tentunya terdaftar dalam Daftar Pemilih tetap (DPT).

Perbandingan data partisipasi pemilu presiden ini juga mengkonfirmasi bahwa perilaku memilih publik cenderung ditentukan oleh figur atau tokoh kandidat.

Temuan selanjutnya, katanya ketika ditanya preferensi pemilih terhadap usia capres, mayoritas tidak menjadikannya sebagai preferensi utama, ada 42% pemilih menyatakan usia capres bukan sebuah pertimbangan memilih.

Sementara capres dari kalangan generasi muda (36%) cenderung disukai dibandingkan generasi tua (17%).

Artinya, publik-pemilih yang menginginkan hadirnya capres dari generasi baru dalam Pemilu Presiden 2014 cukup besar, kendatipun mayoritas tidak mempersoalkan usia capres.

Kebanyakan pemilih masih menempatkan laki-laki sebagai pemimpin (capres dan cawapres), yaitu sebesar 66%.

Hanya 27% yang menyatakan laki-laki/perempuan sama saja.

Sementara itu ada 4% pemilih yang mendorong hadirnya perempuan sebagai capres, sehingga isu capres laki-laki atau perempuan masih cukup determinan menentukan pilihan publik.

Masih ada 34% pemilih yang menyatakan bahwa suku/etnis mempengaruhi pilihan capres mereka. Hanya 55% yang menyatakan tidak berpengaruh.

Jika lebih diperdalam, hanya 27% diantaranya berpotensi akan memilih capres bersuku Jawa.

Sementara 60% pemilih tidak terpengaruh latar belakang suku Jawa/Non-Jawa.

“Artinya, lebih dari separuh pemilih tak lagi menjadikan sentimen suku sebagai pertimbangan memilih,” jelasnya.

Karakter capres yang meliputi integritas (97.14%), empati (95,36%), kemampuan (93,23%), dan pengalaman memimpin (93,09) adalah karakter-karakter penting yang harus dimiliki oleh kandidat capres menurut publik.

Sementara “penampilan menarik” merupakan karakter yang paling kurang penting dalam pandangan publik (60,10).

Sedangkan tingginya aspek ‘kemampuan menyelesaikan masalah’ (47,9%) dibandingkan poin lainnya sebagai pertimbangan memilih publik, menjelaskan bahwa pemilih Indonesia kini tidak lagi mudah dipengaruhi oleh komunikasi retoris di depan publik dan latar belakang personal capres.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

Ekspor Menguat, Dorong Perbaikan Neraca Perdagangan 2014

JAKARTA-Memasuki akhir tahun 2014, kinerja ekspor terus menguat. Hingga Agustus

Pendapatan AirAsia Indonesia Naik 166,18% Jadi Rp3,04 Triliun per Juni 2023

JAKARTA-Pendapatan bersih PT. AirAsia Indonesia Tbk (CMPP) per Juni 2023