Korupsi Legislasi Lebih Berbahaya

Thursday 3 Oct 2013, 5 : 16 pm
daridulu.com/Cilla

JAKARTA-Peta korupsi di parlemen tampaknya mulai bergeser. Semula dari Badan Anggaran (Banggar), namun yang cukup rawan adalah korupsi legislasi. “Karena disini banyak kepentingan yang masuk. Jadi korupsi legislasi ini yang sangat berbahaya,” kata Wakil Ketua DPR, Pramono Anung Wibowo dalam diskusi “Parlemen Anti Korupsi Se-Asia Tenggara’ (SEAPAC)  bersama  Pengamta Hukum Pidana, Pencucian Uang Yenti Garnasih dan anggota Komisi II FPKS Fachry Hamzah di Jakarta, Kamis (3/10)

Menurut mantan Sekjen PDI Perjuangan ini, perlunya parlemen memiliki legislasi center. Lembaga ini menjadi tempat bagi orang  yang sudah tidak memiliki kepentingan langsung dengan politik praktis. “Misalnya kenapa parliamentary threshold itu dipatok 2,5 persen tidak 3 persen atau kenapa 3,5 persen. Itu sebetulnya keputusan politik,” tambahnya

Selama ini, kata Pram-sapaan akrabnya, pembahasan RUU yang dilakukan DPR lebih banyak pertentangan dan perdebatan dalam banyak hal dan lebih banyak tidak substansial. “Kalau ada Legislasi Center baik perubahan secara global, parsial atau satu ayat atau satu bab menurut saya gampang. Tinggal nanti keputusannya di DPR,” ungkapnya.

Pramono membayangkan, kalau ada Legislasi Center maka pembahasan RUU Penyitaan Aset Koruptor tidak akan mentok. “Ini mentoknya karena antarpemerintah sendiri itu belum selesai. Sampai hari belum selesai sehingga tidak pernah secara resmi diajukan ke DPR menjadi prioritas,” ujarnya.

Dengan lembaga legislasi center itu, katanya,  diharapkan anggota DPR RI tak perlu lagi berdebat, bertengkar dalam pembahasan UU, melainkan diselesaikan di lembaga tersebut. “Selanjutnya DPR tinggal menyetujui atau tidak UU yang telah disusun tersebut. Juga UU Asset Recovery sebagai inisiatif pemerintah,” tukasnya

Sementara itu, Yenti Garnasih menilai DPR tidak serius membahas RUU Asset recovery yang terkait dengan penyitaan aset koruptor. “RUU ini sudah lama di DPR, tapi anehnya dibahas-bahas, ini ada apa,” ungkapnya sambil bertanya.

Menurut Dosen FH Usakti ini, dengan UU Asset Recovery tersebut, maka bisa dengan mudah menyelidiki aset-aset korupstor seperti tanah, rumah, mobil, dan harta lainnya itu untuk dikembalikan ke negara. “Termasuk aset koruptor di luar negeri. Selama ini orangnya ditahan, tapi asetnya aman di luar negeri, sehingga sulit dikembalikan ke Indonesia dengan berbagai alasan teknis dan aturan yang menghambat,” tegasnya.

Hanya saja lanjut Yenti, dalam penyusunan UU itu jangan sampai melemahkan esksistensi KPK. Misalnya, mencabut penyadapan yang selama ini sudah berjalan efektif untuk menjerat koruptor. “KPK harus tetap diberi kewenangan menyidik, menyadap,, dan menuntut. Kalau mau ditambah kewenangannya, maka dengan ada tuntutan pembuktian terbalik,” imbuhnya

Sedangkan Fachry Hamzah, meminta sebaiknya MK hanya khusus menangani perundang-undangan (UU) saja. Karena memang masih banyak UU yang mengandung elemen-lemen korupsi, lemah, dan sebagainya.

Menurut Fachri, banyak UU yang menjadi problem dan sering disalahgunakan. Sehingga banyak pejabat yang sulit menghindar, jika tak ada orang yang kuat imannya. “Ada problem mahalnya biaya politik dalam pemuilu 2014 ini di mana rakyat tak akan memilih partai, tapi calegnya. Ini merupakan problem sistemik yang harus ditutup,” pungkasnya. **cea

.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

Pilkada 2020, Menteri Tjahjo Tegaskan Hak Politik ASN Hanya di Bilik Suara

Gema netralitas aparatur sipil negara (ASN) dalam setiap perhelatan pemilihan

Indonesia Terus Dibayangi Defisit Neraca Perdagangan

JAKARTA-Peneliti Indonesia for Global Justice (IGJ) Hafidz Arfandi memperkirakan ada