KPU Versus PKPI dan PBB

Saturday 23 Mar 2013, 2 : 23 pm
by

Oleh: Lucius Karus
Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi)

Verifikasi faktual partai politik yang dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) beberapa waktu lalu ternyata tidak serta merta berakhir dengan disahkannya 10 parpol nasional yang menjadi peserta Pemilu 2014. Karena pada akhirnya, putusan KPU itu langsung digugat oleh dua partai politik yang dinyatakan tidak memenuhi syarat oleh KPU yaitu Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) dan Partai Bulan Bintang (PBB).
Undang-Undang Pemilu Pasal 259 memberikan kewenangan penyelesaian sengketa antara Penyelenggara Pemilu dan Peserta Pemilu kepada Bawaslu. Dalam UU yang sama disebutkan juga bahwa putusan Bawaslu bersifat final dan mengikat kecuali  keputusan terhadap sengketa Pemilu yang berkaitan dengan verifikasi Partai Politik Peserta Pemilu dan daftar calon tetap anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota (ayat 1).

Perintah UU Pemilu itu yang kemudian dimanfaatkan oleh PKPI dan PBB dalam mencari keadilan setelah KPU tidak mengesahkan mereka bersama 10 Parpol Nasional lain yang resmi menjadi peserta Pemilu 2014. Baik PBB maupun PKPI  langsung menggugat keputusan KPU tentang Peserta Pemilu ke Bawaslu. Bawaslu setelah melakukan pemeriksaan, kemudian menerima gugatan PKPI sekaligus menyatakan verifikasi KPU terhadap PKPI bermasalah (Keputusan Bawaslu No. 012 tanggal 05 Februari 2013).
Keputusan Bawaslu ini tidak direspons oleh KPU. KPU memegang teguh prinsip bahwa Keputusan KPU bersifat final dan mengikat. Tidak puas dengan sikap KPU yang ogah menjalankan perintah Bawaslu, baik PKPI maupun PBB kemudian mengajukan gugatan asminstrasi negara ke PT TUN.
Gugatan kedua partai tersebut tak sia-sia. Dalam dua sidang yang berbeda, PBB dan PKPI dinyatakan sah sebagai Peserta Pemilu 2014 sekaligus menyatakan bahwa keputusan KPU melanggar hukum. PBB merupakan partai yang diputuskan duluan oleh PT TUN yang diikuti pleno KPU yang mengesahkan keikutsertaan PBB sebagai peserta pemilu dengan otomatis mendapatkan nomor urut 14 (Nomor urut 1-13 sudah diundi kepada partai-partai Nasional dan Lokal yang lolos verifikasi versi KPU).
Nasib baik yang dialami oleh PBB di PT TUN disusul oleh PKPI yang juga diputuskan layak sebagai Peserta Pemilu. Kini tinggal menunggu hasil rapat pleno KPU untuk menentukan nasib PKPI ke depan. Jika merujuk pada pertimbangan KPU dalam memutuskan nasib PBB sebelumnya dengan menjadikan alasan mepetnya waktu yang tersisa sebelum penyerahan DCS (Daftar Calon Sementara)  sebagai dasar pemufakatan komisioner mengesahkan PBB sebagai peserta pemilu, rasa-rasanya alasan yang sama semakin tepat bagi PKPI untu juga diresmikan sebagai Peserta Pemilu 2014.

Rapuh

Dua keputusan PT TUN yang memposisikan KPU sebagai pihak yang kalah dalam pengadilan serentak memunculkan kekhawatiran di tengah masyarakat akan kewibawaan KPU sebagai penyelenggara yang kian rapuh. Betapa tidak, gugatan peserta pemilu yang dirugikan oleh keputusan KPU nampak menjadi sarana mudah untuk “memukul balik” KPU melalui pengadilan administrasi negara. Tak sulit membayangkan bahwa “kemudahan” ini akan selalu dijadikan celah oleh peserta pemilu yang dirugikan KPU dalam proses tahapan pemilu selanjutnya untuk mengubah keputusan yang sudah disahkan KPU. Dua kemenangan peserta pemilu di PT TUN serentak menurunkan rasa percaya diri KPU selanjutnya untuk memutuskan sesuatu. Keputusan KPU menjadi kurang berwibawa manakala mereka selalu menjadi pihak yang dikalahkan di pengadilan.
Gambaran pemilu 2014 pun tidak lagi secerah mimpi awal penyelenggaraan pemilu yang diharapkan lebih meningkat dalam hal kualitas. Rentannya gugatan terhadap KPU baik melalui Bawaslu maupun PT TUN membuat publik pesimis sekaligus sinis pada kinerja KPU saat ini.
Harapan untuk merubah mekanisme kerja sekaligus untuk mengembalikan kewibawaan KPU sebagai penyelenggara hanya mungkin jika KPU serius memberikan akses kepada publik untuk mengontrol keputusan-keputusan mereka. KPU harus sungguh transparan dalam mengambil keputusan dengan melibatkan masyarakat luas sepanjang prosesnya. Hanya dengan transparansi dalam proses pembuatan keputusan, kerja KPU ke depan akan dengan mudah meraih kembali legitimasi yang kini nyaris hilang.
Selain menciptakan suasana kerja yang terbuka, jalinan kerja sama dengan Bawaslu diharapkan lebih dimaksimalkan lagi agar ke depannya keputusan yang dibuat KPU sekaligus direstui Bawaslu. Kerja sama kedua lembaga ini menjadi sangat strategis untuk mengantisipasi gangguan yang muncul dalam proses tahapan Pemilu yang disebabkan oleh gugatan peserta pemilu yang menjadi pihak yang dirugikan oleh keputusan penyelenggara pemilu. Kerja sama yang dilakukan tak lalu berarti melepaskan fungsi utama Bawaslu sebagai pengawas penyelenggaraan pemilu.
Keterbukaan dan sinergitas kerja antara penyelenggara pemilu sangat membantu kelancaran penyelenggaraan pemilu 2014. Kini semuanya berpulang pada niat baik KPU untuk merubah mekanisme kerja yang menjadi biang permasalahan selama ini. Jika KPU keukeuh dengan gengsi mereka yang seperti tak ingin “diperintah” oleh Bawaslu, maka kita tak bisa berharap banyak pada hasil pemilu yang berkualitas pada 2014 mendatang.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

Intan Fitriana Fauzi Dilantik Jadi Anggota MPR

JAKARTA-Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Zulkifli Hasan melantik lima orang

Jokowi Sandera Airlangga, Desakan Munaslub Golkar Makin Kencang

JAKARTA-Ketua Umum Partai Golkar, Airlangga Hartarto harus membayar mahal keputusan