KRAS Masih Rugi Rp1,4 T Kuartal III/2016

Monday 31 Oct 2016, 2 : 38 pm

JAKARTA-Perusahaan baja nasional PT Krakatau Steel (Persero) Tbk (KRAS) masih mengalami kerugian US$ 114,7 juta atau sekitar Rp 1,482 triliun (kurs Rp 13.000) pada kuartal III-2016.

Namun beban kerugian ini berkurang 28,42% dari US$ 160,24 juta dibandingkan dengan periode yang sama pada 2015 lalu. Alasannya ada penurunan beban pokok pendapatan. “General semua harga turun, kenapa KS bisa dapat perbaikan 
performace karena harga cost of revenues (beban pokok pendapatan) turun, cost bahan baku turun,” kata Direktur Utama Krakatau Steel, Sukandar di Jakarta, Senin (31/10/2016).

Beban pokok pendapatan menurun dari sebelumnya pada September 2015 US$ 1,014 miliar menjadi US$ 844,3 juta. Hal tersebut karena harga bahan baku turun.

Sedangkan EBITDA perseroan di bulan September 2016 ini meningkat US$ 6,92 juta dari sebelumnya negatif US$ 69,19 juta. 

Menurut Sukandar, harga produk baja menurun, harga jual HRC turun sebesar 14,3% dari sebelumnya pada September 2015 US$ 511/ton menjadi US$ 437/ton pada kuartal III-2016, harga jual CRC juga turun 12,37% dari US$ 622/ton menjadi US$ 545/ton, WR juga turun 18,67% dari sebelumnya harga jual US$ 489/ton menjadi US$ 398/ton, serta produk lainnya. “Kalau harga gas masih bertahap, blast furnace kami masih bertahap,” jelasnya.

KS sedang mengupayakan penurunan biaya produksi sehingga beban produksi berkurang. Salah satu upayanya ialah berharap pemerintah menurunkan harga gas untuk industri, dan membangun pabrik blast furnace dengan menggunakan batu bara sebagai energi bukan gas untuk menghemat energi, yang targetnya selesai akhir 2016.

Sementara itu, Direktur Keuangan KS, Tambok Setyawati mengatakan, beban pokok penjualan tercatat menurun 16,76% (YoY) di September 2016 ini. “Ke depan, dengan rencana penurunan gas oleh pemerintah dan proyek blast furnace serta pembangunan pembangkit listrik yang lebih efisien, penurunan biaya produksi akan mendongkrak pertumbuhan laba kami,” ujarnya.

Tambok mengatakan, penurunan kerugian juga terjadi dalam bagian rugi dari entitas asosiasi dari September 2015 sebesar US$ 87,17 juta menjadi US$ 36,07 juta pada September 2016. 

Serta penurunan kerugian secara kurs dari September 2015 sebesar US$ 82,98 juta menjadi US$ 44,5 juta, hal itu karena perusahaan memiliki utang dalam bentuk rupiah dan dolar sehingga jika ada perubahan maka akan berubah kursnya.

“Ada faktor rugi kurs sekitar US$ 44 juta dan kerugian di perusahaan asosiasi sekitar US$ 36 juta karena asosiasi ada perusahaan anak, mereka kontribut ke kami 30% harus dicatatkan di induk. Sedangkan utang karena utangnya di dalam rupiah, kalau KS balance-nya dari US$. Kalau dari rupiah maka kalau US nya akan naik, utangnya KS itu mix antara US$ dan rupiah,” kata Tambok.

Sementara itu, perseroan berhasil memperbesar market share-nya di sembilan bulan pertama 2016 seiring dengan peningkatan permintaaan konsumsi baja domestik. Perseroan mencatatkan volume penjualan pada September 2016 naik 22,25% (Yoy) menjadi 1,68 juta ton dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar 1,37 juta ton.

Walaupun harga jual produk baja sedang turun, tetapi terjadi kenaikan permintaan produk baja. Kenaikan produk baja KS tersebut antara lain HRC tumbuh 40,76% menjadi 891 ribu ton, CRC tumbuh 6,49% menjadi 409 ribu ton dan produk pipa baja tumbuh 61,38% menjadi 60,3 ribu ton.

Sukandar mengatakan, tingginya pertumbuhan volume penjualan karena meningkatnya konsumsi baja sebagai dampak dari proyek infrastruktur yang digenjot pemerintah dan upaya pemerintah melindungi baja lokal. Seperti pada Oktober ini telah menandatangani kontrak untuk mengirimkan baja profil (besi siku) untuk proyek transmisi listrik PLN 46.000 KMS.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

Unhook Sky Khadafi

CBA Dorong Kejagung Usut Proyek Digitalisasi SPBU Rp 3,6 Triliun

JAKARTA – Center For Budget Analisis (CBA) meminta Kejaksaan Agung

Nilai Divestasi Saham Freeport Tak Boleh Terlalu Mahal

JAKARTA—Pemerintah harus cermat dalam menghitung nilai divestasi 51% saham PT