Larangan Impor Hortikultura Mulai Bebani Industri

Tuesday 12 Feb 2013, 7 : 57 pm
by

JAKARTA – Kebijakan pemerintah yang membatasi impor hortikultura dinilai telah memberatkan industri makanan dan minuman yang selama ini menggunakan bahan baku buah impor. Sementara itu, pemerintah belum melakukan pembenahan di sektor hulu yang diharapan bisa bersinergi dengan hilir.

Hal ini seperti diutarakan Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (GAPMMI), Adhi Lukman di Jakarta, Selasa (12/2). “Pembatasan impor buah akan menyulitkan industri makanan dan minuman yang menggunakan bahan baku buah impor,” kata Adhi.

Menurut Adhi, penggunaan buah impor sebagai bahan baku makanan atau minuman pada industri lokal seolah sudah menjadi sebuah keharusan. Pasalnya, kata dia, sejauh ini proses produksi makanan dan minuman mesti melewati proses standarisasi produk, termasuk pada buah yang dijadikan bahan baku.

Sebelum menerapkan kebijakan pembatasan impor hortikultura, kata Adhi, seharusnya pemerintah terlebih dahulu membenahi sektor hulu agar tidak berdampak buruk bagi hilir. “Selama ini tidak ada kebijakan yang jelas untuk mensinergikan antara hulu dan hilir. Ini terkait dengan suplai bahan baku untuk industri,” paparnya.

Adhi mencontohkan, selama ini industri minuman berbahan baku buah dengan skala besar masih mengandalkan impor buah. “Karena, sekarang ini industri menganggap buah lokal tidak memenuhi standar untuk dijadikan bahan baku produksi minuman,” katanya.

Dia menambahkan, untuk mendapatkan minuman sari buah dalam kemasan, umumnya konsumen di Tanah Air masih mengkonsumsi produk impor. “Kualitas buah kita juga tidak memenuhi standar dan secara kuantitas pun masih menjadi kendala. Sehingga untuk memenuhi kebutuhan industri tidak mampu berjalan secara kontinyu,” tegasnya.

Lebih lanjut Adhi menilai, pembenahan di sektor hulu menjadi yang utama jika pemerintah ingin memberlakukan pematasan impor. “Mangga dari hasil pertanian lokal tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan industri bersakal besar. Padahal secara varietas, mangga kita lebih bagus dari Filipina,” ucapnya.

Bahkan, jelas Adhi, rasa jeruk lokal yang dinilai lebih baik dari jeruk impor, tidak mampu dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan industri berskala besar. “Jeruk kita enak-enak, tetapi tidak berskala industri besar, hanya mampu untuk industri rumah tangga. Ini yang harus disadari pemerintah,” jelasnya.

Guna dapat membenahi produksi pertanian dalam negeri, menurut Adhi, langkah awal yang harus dilakukan pemerintah adalah membenahi regulasi yang saling mendukung antara hulu dan hilir. “Regulasi yang tidak sejalan dengan kebijakan-kebijakan yang dilakukan pemerintah belakangan ini cukup menghambat industri,” ujarnya.

Sebagaimana diketahui, sejak Januari hingga Juni 2013 pemerintah menerapkan kebijakan penghentian impor hortikultura yang diharapkan bisa meningkatkan produktivitas petani lokal. Larangan impor sementara impor 13 produk hortikultura tersebut berlaku jenis buah, sayur dan bunga.

Berikut daftar 13 nama buah, sayur dan bunga yang dilarang impor dengan skema pembatasan Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH): Kentang, Kubis, Wortel, Cabai, Nanas, Melon, Pisang, Mangga, Pepaya, Durian, Krisan, Anggrek dan Heliconia.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

Todung: Kita Butuh Presiden Negarawan, Bukan Politisi

JAKARTA-Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar Pranowo-Mahfud MD merespon keras pernyataan

Tata Motor Membidik Pasar Angkot

JAKARTA-PT Tata Motor Distribusi Indonesia (TMDI), pemain baru dalam otomotif