Liberalisme Politik Lumpuhkan Kebhinnekaan

Wednesday 5 Jun 2013, 5 : 59 pm
aktual.co.id/Tino Oktaviano

JAKARTA-Aspek liberalisme politik dan kapitalisme pembangunan ekonomi dituding telah melumpuhkan nilai-nilai kebhinekaan  yang sudah dibangun dalam NKRI. Intinya, tak ada elemen bangsa yang memiliki komitmen dan blue print untuk memperbaiki bangsa ini. “Liberalisme politik saat ini menghancurkan nilai-nilai Pancasila dan kebhinnekaan,” Kata Ketua Pelaksana Harian Pusat Studi Pancasila, dari Universitas Pancasila, Dr  Yudi Latief dalam dialog ‘DPD dan Kebhinnekaan Indonesia’  bersama anggota DPD RI John Pieris, dan Budayawan Radhar Panca Dahana, di Jakarta, Rabu (5/6)

Apalagi, sambung Dosen Universitas Paramadina ini, arah pembangunan Orde Baru lebih besar pada aspek investasi material. “Jadi kecil dalam investasi karakter, integritas, dan alergi terhadap keberagaman, sehingga semuanya serba diseragamkan. Anehnya itu dilanjutkan di era reformasi ini,” tambahnya

Celakanya, lanjut Yudi, paradigma materialistik tersebut merambah pada dunia pendidikan, sehingga wajar kalau dalam 15 tahun reformasi ini justru memperkuat liberalisasi politik, dan pragmatisme pembangunan. “Dengan begitu, maka Pancasila dan Kebhinnekaan tak bergigi, tak terlaksana dan tak diamalkan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara,” ujarnya.

John Pieris justru menuding perilaku elit politik dan partai saat ini tak mampu memberikan keteladanan dalam ber Pancasila dan Kebhinnekaan berbangsa, dan bernegara. “Elit politik dan penguasa itu sebagai pelanggar Pancasila dan kebhinnekaan dengan membuat UU untuk melakukan korupsi secara kolektif,” ujarnya.

Menurut John, Untuk itu regulasi itu harus menghapus oligarki politik, dan korupsi yang dilakukan secara struktural-bikrokratis. “Mereka inilah yang merusak Pancasila, dan mereka pula yang paling bertanggung jawab. Bukan rakyat,” katanya.

Dia menduga munculnya terorisme  dan anarkisme masyarakat akhir-akhir bisa jadi disebabkan perilaku elit dan penguasa yang korup tersebut. “Mereka bertanggung jawab terhadap terjadinya distorsi Pancasila, dan karena itu kebhinnekaan yang mencerminkan 33 provinsi, dan Pancasila itu harus diamalkan secara bertanggung jawab,” harap John.

Radhar mengakui  partai sejak awal menjadi bibit penggerus Pancasila, dan kebhinnekaan. Bahkan parpol telah merampas peran tokoh-tokoh daerah, dengan mengutamakan kepentinngan oportunis-pragmatis, sehingga reformasi ini menghasilkan korupsi, dan keburukan-keburukan. “DPD harus berbeda dengan DPR RI dalam menjalankan fungsinya. Baik dalam pengawasan, anggaran, dan pembuatan UU. DPD harus membahwa nilai-nilai primordial yang kuat ke pentas politik nasional,” ujarnya.

Alhasil kata Radhar, politik dan demokrasi negara ini menjadi pragmatis-transaksional, dan hedonis. “Itu semua bisa diubah jika ada 10 % saja dari elit politik yang berani melakukan perubahan. Tapi, saya pesimis karena pengusahanya juga sama-sama berpolitik pragmatis,” pungkasnya. **cea

 

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

Pemerintah Siap Berikan Pengurangan PPh Hingga 100%

JAKARTA-Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 159/PMK.010/2015 tentang

Menkeu: Kami Ingin Mendorong Pembangunan Daerah

MANOKWARI-Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati meresmikan Gedung Keuangan Negara