Manfaat Dana Bilateral Swap Dipertanyakan

Wednesday 16 Oct 2013, 8 : 43 pm
by
Prof. Dr. Sri Adiningsih, M.Sc

JAKARTA-Pelaku pasar masih mempertanyakan implementasi dari pemanfaatan dana Bilateral Currency Swap Arrangement (BCSA) yang dilakukan Indonesia dan sejumlah negara di Asia.

Pasalnya, akan sulit untuk meyakinkan para eksportir dan importir untuk menggunakan mata uang lokal dalam kegiatan perdagangan.

“Kalau eksportir dan importir dari masing-masing negara tidak mau menggunakan mata uang lokal, tentu kerja sama bilateral swap itu tidak banyak gunanya,” kata ekonom dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Sri Adiningsih di Jakarta, Rabu (16/10).

Di atas kertas, jelas dia, kerja sama bilateral untuk mempromosikan perdagangan dan memperkuat keuangan antarnegara tersebut memiliki tujuan yang bagus.

Namun, lanjut Adiningsih, akan sulit mengimplementasikan kerja sama bilateral swap itu yang berharap agar eksportir dan importir menggunakan mata uang lokal.

“Sebenarnya, tujuan kerja sama bilateral swap ini sebagai bantalan kalau ada capital outflow yang besar. Sehingga, pemerintah merasa sudah ada persiapan,” katanya.

Sejauh ini dana cadangan dari BCSA yang dimiliki Indonesia jika dikonversi ke dalam mata uang dolar AS sudah mencapai USD42 miliar.

Masing-masing dana itu berasal dari Jepang sebesar USD12 miliar dan China USD15 miliar dan Korea Selatan USD10 miliar serta dana DDO (deferred drawdown option) senilai USD5 miliar.

Menurut Adiningsih, apabila kerja sama dengan ketiga negara tersebut masuk ke dalam kerangka kerja sama Chiang Mai Initiative, tentunya dana-dana tersebut memang bisa dipergunakan oleh Indonesia.

Namun, kata dia, pemanfaatannya hanya dalam jumlah tertentu yang telah disepakati di dalam perjanjian.

Apabila pemanfaatannnya mencapai sepertiga dari total kesepakatan, terang dia, maka perlu ada campur tangan International Monetary Fund (IMF).

“Kalau itu di bawah Chiang Mai Initiative, biasanya perlu program IMF,” ucapnya.

Tetapi, jelas Adiningsih, jika kerja sama BCSA itu di luar Chiang Mai Initiative, maka kegiatan perdagangan dua negara perlu untuk menggunakan mata uang lokal.

“Permasalahannya, masing-masing negara itu mau atau tidak jika harus menggunakan mata uang lokal,” tuturnya.

Dia menegaskan, pada dasarnya tujuan dari kerja sama BCSA ini akan mengurangi tekanan dolar AS, namun keberhasilan dari kerja sama ini bergantung pada eksportir dan importir.

“Tetapi paling tidak secara politis bisa disampaikan bahwa kita mempunyai USD30-an miliar dari ketiga negara untuk meng-cover cadangan devisa,” katanya.

Lebih lanjut Adiningsih meyakini bahwa sebagian besar pelaku pasar di Indonesia sudah memahami soal kemungkinan pemanfaatan dana BCSA tersebut.

“Saya kira pelaku pasar mengerti dengan permasalahan yang sedang terjadi ini. Memang di atas kertas bagus, tetapi pelaksanaannya tidak mudah,” tegasnya.

Sebelumnya, Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia, Difi A Johansyah mengatakan, pada 12 Oktober lalu Gubernur BI Agus Martowardojo dan Menteri Keuangan Chatib Basri menyepakati kerjasama (BCSA) dengan Korea Selatan.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

BKPM

BKPM Akan Jemput dan Antar Langsung Investor

JAKARTA-Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) akan mengubah pola layanan kepada
suspensi, BEI, Saham HITS, KJEN

Nilai Transaksi Harian BEI di 2021 Capai Rp13,39 Triliun

JAKARTA-PT Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat, per 29 Desember 2021,