Maria Banda Luncurkan Novel Suara Samudera Bersetting Lamalera

Thursday 12 Oct 2017, 1 : 46 pm
by
Maria Banda Luncurkan Novel Suara Samudera Bersetting Lamalera di Jakarta, Rabu (11/10).

JAKARTA-Tampaknya, Lamalera di Pulau Lembata, NTT selalu memantik ide kreatif para pekerja seni untuk menelorkan karya. Setelah sebelumnya sejumlah novel dengan setting Lamalera telah lahir, novelis Maria Mathildis Banda meluncurkan novel baru juga dengan setting daerah yang terkenal dengan tradisi penangkapan ikan paus itu.

Novel berjudul Suara Samudera diluncurkan di Gedung Samudera, Badan Dan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Rawamangun, Jakarta Timur pada Rabu (11/10).

Tampil sebagai pembedah atas novel terbitan Penerbit Kanisius Yogyakarta tersebut adalah Dr. Yoseph Yapi Taum dari Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Acara ini dihadiri lebih dari 300 orang. Nuansa yang menyemburat saat ini sangat NTT karena selain peluncuran novel, ada juga pameran tenun ikat NTT, pemutaran film dan aksi menyanyikan lagu-lagu NTT yang membuat para undangan bernostalgia atau terbawa ke NTT.

Dalam pemaparannya, Yapi Taum menyebut Suara Samudera sebagai karya serius dan memiliki daya raksek yang sangat kuat ke jantung Lamalera dengan tradisi tangkap paus. “Sastra dibedakan dua, yakni populer dan serius. Yang populer mengakomodasi yang mainstream. Yang serius mempersoalkan mainstream. Novel Suara Samudera adalah yang mempersoalkan mainstream,” ujar dosen sastra pada Universitas Sanata Dharma ini.

Suara Samudera adalah novel ke-10 dari Maria Matildis Banda. Proses kreatif dan penggarapannya berlangsung selama 10 tahun di antara kesibukannya sebagai dosen Fakultas Ilmu Budaya pada Universitas Udayana, Denpasar Bali dan berbagai aktifitas lain.

Novel ini mengisahkan perjuangan seorang tokoh bernama Lyra yang mengunjungi ayah biologisnya bernama Arakian yang tidak pernah ia jumpai selama 27 tahun. Ketika Lyra memendam rindu dan bersemangat menemui ayahnya, tersiar kabar bahwa salah satu dari 17 nelayan yang diseret ikan paus ke samudera adalah Arakian.

Dari sini lalu sebuah rangkaian kisah menegangkan dan penuh romantika khas Lamalera dan kosmologi pantai berikut aneka tradisi menyemburat membawa pembaca novel ikut terseret ke romantika Lamalera.

Salah satu undangan, Agustinus Gusti Tetiro ketika memberi apresiasi atas novel tersebut mengatakan bahwa salah satu ciri yang paling khas dari novel-novel Mathildis adalah kesetiaan menggunakan ungkapan-ungkapan khas NTT. Ciri ini membuat orang seakan-akan berada di lokasi yang menjadi setting cerita. “Dan inilah salah satu kekuatan novel ini,” kata Gusti

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

Putut: New Normal, Matinya American Dream

JAKARTA-Bisa jadi, jika huru hara di dalam negeri tidak dapat

Wakil Ketua DPRD Sidoarjo dan Kades di Somasi Akibat Jual Beli Lahan di Prambon

SIDOARJO – Seorang warga Sidoarjo bersama Eko Budi Prasetyo melayangkan somasi