Maria Goreti, S.Sos. MSi: Politik Sebagai Altar Hidup

Wednesday 22 Oct 2014, 4 : 40 pm
by
Maria Goreti, S.Sos., M.Si., anggota DPD RI daerah pemilihan Kalimantan Barat periode 2019-2024

Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memiliki wilayah sendiri-sendiri. Namun DPD masih dapat disusupi oleh oknum dari parpol.

Ini preseden buruk terhadap keberadaan DPD sebagai perwakilan daerah karena pada akhirnya DPD tidak berbeda dengan Partai Politik

Sosok Maria Goretti anggota DPD dari Kalimantan Barat (Kalbar) tidak asing di kalangan pegawai maupun para politisi yang berkantor di gedung DPD Senayan.

Sejak DPD hadir sebagai bagian dari system politik bicameral di Indonesia, Maria telah menjejakan kakinya sebagai perwakilan masyarakat Kalbar.

Kurang lebih 10 tahun Maria habiskan karir politiknya di DPD. Sekarang memasuki periode ketiga (2004-2009, 2009-2014 dan 2014-2019). Ketika berusia 28 tahun perempuan yang berpenampilan sederhana ini telah membangun karir politik di DPD. Ya, politik sebagai altar bagi hidupnya.

Maria tumbuh dari kampung. Hidup dan dibesarkan sebagai orang kampung. Ayahnya hanya seorang petani, yang menurut Maria hingga saat ini tidak memiliki sebidang tanah pun. Menapaki pendidikan tinggi di Unika Atmajaya Jakarta dan master di Universitas Sanatadarma Yogyakarta dengan susah payah.

Namun berkat kerja keras dan ketekunan yang didukung oleh rakyat, Maria terus melaju membangun politik sebagai altar untuk mempersembahkan dirinya bagi masyarakat Kalbar dan Indonesia pada umumnya.

Menurutnya, hanya segelintir anak bangsa ini yang menikmati pembangunan. Selebihnya masih hidup jauh dari harapan hidup layak.

Namun itu menjadi pekerjaan rumahnya sebagai wakil rakyat. Maka tidak heran, ketika melakukan kunjungan ke daerah-daerah, lulusan master politik dari Universitas Sanatadharma ini, tidak segan dan malu untuk berbaur dengan masyarakat dari berbagai lapisan yang hidup di daerah pedalaman Kalbar.

“Kadang sakit, panas, jalanan rusak berpulu-puluh kilometer kita lewati. Belum lagi bertemu masyarakat dengan segala kemiskinan mereka. Tetapi mereka senang kalau kami dating. Kalau bertemu semua orang dating untuk ngobrol dan itu bisa berjam-jam. Pernah saking asik ngobrol tidak ada yang memasak. Padahal ayam ada, beras ada. Setelah tengah malam baru bergerak memasak. Semuanya mereka bawa dari rumah masing-masing. Rakyat tahu kalau kita dating untuk mereka,” ujar Yetti, saapaan karib Maria kepada wartawan www.beritamoneter.com

Namun kepedulian rakyat seolah sirna ketika para anggota senator yang katanya dating menjadi penyambung suara rakyat kecil itu terbelenggu oleh syawat politik individu.

Naluri berkuasa yang sangat besar menjadi jurang pembatas yang rigid atas kepentingan rakyat.

Bagi Maria itu terlihat ketika DPD mencalonkan anggotanya menjadi ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR RI), beberapa waktu lalu.

Masing-masing anggota senator terbelenggu dengan kepentingan pribadi dan golongan bahkan kepentingan partai politik.

Parameter untuk mengukur hitam putihnya anggota DPD untuk memperjuangan kepentingan daerah terlihat jelas ketika pemilihan ketua MPR pecan lalu.

Pada pemilihan kelengkapan MPR beberapa waktu lalu DPD yang didukung Koalisi Indonesia Hebat menjagokan Oesman Sapta Odang, senator asal Kalbar menjadi calon Ketua MPR.

Namun apa dinyana, harapan untuk mengukir sejarah yang dapat mengangkat derajat DPD pun sirna. Oesman Sapta Odang gagal menduduki kursi tertinggi di MPR. DPD dan KIH pun gigit jari.

Padahal dari sisi hitung-hitungan di atas kertas mereka unggul atas Koalis Merah Putih.

Sakit hati itu masih membekas. Rasanya melebih ketika putus cinta dari orang yang sangat dicintainya.

Bukan karena calon Ketua MPR itu yang diusulkan DPD dan Koalisi Indonesia Hebat Kalbar tetapi karena DPD kehilangan momentum untuk memiliki ketua MPR yang berasal dari DPD.

Maria yang melenggang ke Senayan dengan suara tertinggi 246.329 suara ini mengaku muak dengan sikap anggota DPD yang gampang terkooptasi dengan partai politik sehingga lembaganya kehilangan kesempatan.

“Saya tahun benar pada malam menjelang pemilihan ketua MPR ada instruksi dari KMP kepada anggota partainya yang ada di DPD. Jumlahnya tidak sampai 50 orang tetapi ini menunjukan ketidaksolidan DPD. Karena masih dipengaruhi oleh partai. DPD telah terkooptasi oleh parpol. Independnsi sebagai wakil rakyat luntur pada saat itu,” ujar Maria.

DPD dan DPR memiliki wilayahnya sendiri-sendiri tetapi masih dapat disusupi oleh oknum-oknum dari parpol.

Ini preseden buruk terhadap keberadaan DPD sebagai perwakilan daerah. Yang muncul saat ini justru ada beberapa orang yang masih merasa sebagai perwakilan parpol.

DPD akhirnya tidak berbeda dengan Partai Politik. Padahal masyarakat sangat berharap agar DPD ini berbeda. Yang pro rakyat, pro demokrasi, pro otonomi, bukan pro parpol.

Menurutnya DPD bukan organisasi Osis, atau organisasi kemahasiswaan. DPD lembaga Negara yang dibentuk dan anggotanya diangkat berdasarkan Undang-undang. Tetapi dalam prakteknya masih ditemukan pribadi-pribadi yang tidak loyal kepada rakyat dan UUD .

“Ini terjadi karena saat ini DPD memberi ruang yang terlalu besar kepada partai politik untuk memasukan orangnya ke DPD. Bajunya DPD tetapi isinya orang partai. DPD terpecah sehingga ketuanya jatuh ke orang lain. Harapan kami agar DPD dapat diangkat martabatnya tetapi ternyata DPD sendiri yang menggembosi suaranya sendiri. Ini sebenarnya memalukan,” ujar mantan wartawati ini.

Maria Goreti, S.Sos., M.Si. lahir di Desa Kebadu, Senga Temila, Landak, 29 Februari 1972.

Menamatkan pendidikan sarjananya Jurusan Ilmu Komunikasi FISIP Unika Atma Jaya Jakarta tahun 1997 dan magisternya di FISIP Universitas Gadjah Mada Yogyakarta tahun 2002.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

BSI Error, Komisaris Sutanto Lego BRIS Senilai Rp2,6 Miliar

JAKARTA-Komisaris PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS), Sutanto tercatat telah

Pertamina Turunkan Harga Avtur

JAKARTA-PT Pertamina (Persero) melakukan penyesuaian harga jual avtur yang berlaku