Membantah Tuduhan Bahwa Aksi Teror di Indonesia Adalah Rekayasa

Sunday 20 May 2018, 4 : 18 pm
by

Oleh: Stanislaus Riyanta

Banyak pihak yang mengeluarkan tuduhan bahwa aksi-aksi teror yang terjadi di Indonesia adalah sebuah rekayasa. Tuduhan tersebut lalu dihubungkan juga dengan momentum Pilpres yang akan dilakukan di Indonesia pada 2019 nanti.

Tuduhan seperti itu memang tidak pernah disertai dengan bukti akurat, namun dikeluarkan hanya dengan asumsi-asumsi dan khayalan konspirasi, yang cenderung mengarah kepada keuntungan kelompok tententu.

Aksi teror, terlepas dari kepentingan politik kelompok trans nasional, terjadi karena kelompok yang melakukan teror tersebut ingin memaksakan keinginannya dengan cara kekerasan.

Cara ini dipilih agar masyarakat takut dan mengikuti apa yang diinginkannya. Kelompok ini tidak menggunakan cara-cara yang legal seperti mengikuti mekanisme demokrasi, atau cara konfrontasi terbuka seperti perang, karena jumlahnya yang sedikit dan biasanya adalah kelompok minoritas dan marginal.

Mengingat kekuatannya yang kecil, maka untuk mendapatkan gaung dan dampak yang besar dilakukan cara yang ekstrim dan menarik perhatian dunia, yaitu dengan cara teror.

Dalam kasus terakhir di Indonesia, kejadian rusuh narapidana terorisme di Mako Brimob, (8-10/5/2018), disusul kemudian dengan aksi bom bunuh diri di tiga Gereja di Surabaya, (13/5/2018), aksi bom bunuh diri di Mapolresta Surabaya (14/5/2018), dan serangan di Mapolda Riau (16/5/2018) tidak lepas dari tuduhan sebagai rekayasa.

Kelompok penuduh tentu hanya menggunakan asumsi pribadinya tanpa bekal data, fakta dan analisis yang memadai. Tuduhan ini lebih didasarkan pada kebencian atau pandangan politik yang berbeda.

Rangkaian aksi teror di Mako Brimob, Surabaya, dan Riau, dan diikuti dengan berbagai penangkapan di wilayah Indonesia, menunjukkan bahwa pelaku yang telah mati karena aksi bunuh diri dan yang tertangkap di berbagai kota mempunyai hubungan dalam satu jaringan Jamaah Ansharut Daulah (JAD) yang diketahui berafiliasi dengan ISIS. Bukti-bukti bahwa JAD berafiliasi dengan ISIS diperoleh dari dokumen-dokumen yang disita dari para pelaku serta dokumentasi pembaiatan anggota JAD untuk setia kepada ISIS.

Fakta lain yang menunjukkan bahwa ada hubungan antara ISIS di Suriah dan Irak dengan Indonesia ditunjukkan oleh The Soufan Center pada Oktober 2017. Organisasi yang terpercaya dalam bidang intelijen dan terorisme ini menyatakan bahwa ada 600 WNI yang telah bergabung dengan ISIS di Irak dan Suriah, yang terdiri dari 113 wanita dan 100 anak-anak, sisanya adalah pria dewasa.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

PECCATUM TACITURITATIS

Oleh: Gabriel Mahal Ada tiga hal di dunia ini yang

Sejatinya Achmad Yurianto Salah Satu ‘Nahkoda’ Perang Covid-19

Oleh: Emrus Sihombing Apa jadinya ketika juru bicara (jubir) bukan