Meneropong Terobosan Kebijakan Kabinet Baru Dalam Mendorong Pertumbuhan Ekonomi

Sunday 20 Oct 2019, 11 : 22 am
by
Said Abdullah
MH. Said Abdullah, Anggota DPR RI dan Ketua DPP PDI Perjuangan Bidang Perekonomian Periode 2019-2024

Oleh: MH. Said Abdullah

Pasca dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia pada tanggal 20 Oktober 2019, tidak adalagi istilah bulan madu bagi Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden K.H. Ma’ruf Amin. Keduanya harus langsung membentuk dan segera mengumumkan kabinet yang akan membantu mereka dalam mengelola pemerintahan dalam lima tahun kedepan.

Sehingga visi dan misi serta janji kampanye yang kemudian tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) 2019-2024 akan bisa segera terwujud.

Kabinet Presiden Jokowi Jilid Dua yang terbentuk, harus segera bekerja keras mengingat banyak sekali Pekerjaan Rumah (PR), khususnya dalam bidang ekonomi yang masih tertinggal pada periode pertama.

Presiden dan Wakil Presiden juga harus memastikan bahwa Menteri Bidang Ekonomi yang akan membantunya kelak adalah sosok yang memahami permasalahan bidang ekonomi, pekerja keras dan mau bekerja sama dengan tim ekonomi kabinet.

Presiden Jokowi perlu memberikan perhatian yang lebih besar untuk membenahi sektor ekonomi secara serius, tantangan yang dihadapi oleh ekonomi nasional tidak hanya bersifat domestik tetapi juga global.

Banyak negara yang sudah menyatakan bahwa negara mereka diambang bahkan sudah memasuki masa resesi ekonomi. Jerman, Turki sudah mengalami resesi ekonomi akibat kontraksi pertumbuhan ekonomi sepanjang triwulan I dan II.

Sedangkan Singapura menyatakan bahwa negaranya juga sedang diambang resesi akibat melambatnya pertumbuhan ekonomi mereka.

Tertahannya pertumbuhan ekonomi pada kisaran angka 5 persen dalam lima tahun terakhir, perlu dicarikan jalan keluarnya. Kinerja Pemerintah masih terkendala dengan masih negatifnya neraca transaksi berjalan atau Curent Account Deficit (CAD).

Sehingga selalu menjadi batu sandungan dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional. Kebijakan yang diambil selalu mengarah kepada pengurangan impor dan penguatan rupiah.

Pemerintah perlu mencari terobosan kebijakan baru, agar bisa memutus mata rantai jebakan pertumbuhan 5 persen yang selalu dikaitkan dengan CAD.

Permasalahan Tertahannya Pertumbuhan Ekonomi

Berdasarkan evaluasi pencapaian RPJMN 2014-2019 yang disampaikan oleh Bappenas, salah satu target yang tidak tercapai adalah pertumbuhan ekonomi.

Dimana, target akhir pertumbuhan ekonomi dalam RPJMN 2014-2019 berkisar antara 7 persen hingga 8 persen.

Adapun pencapaian rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional dalam lima tahun terakhir (2015-2019) Pemerintahan Jokowi-JK hanya mencapai angka 5,08 persen. Tidak tercapainya target pertumbuhan ekonomi tersebut, tentu berimplikasi terhadap kondisi ekonomi secara keseluruhan, khususnya dalam mencapai tingkat kesejahteraan masyarakat.

Praktis dalam kurun waktu lima tahun terakhir, kontribusi terbesar dalam menyusun Produk Domestik Bruto (PDB) bersumber dari konsumsi dan investasi.

Bahkan dalam triwulan IIkomponen pengeluaran konsumsi rumah tangga yang mencakup lebih dari separuh produk domestik bruto (PDB) Indonesia yaitu sebesar 55,79 persen dengan tingkat pertumbuhan sekitar 5,1 persen.

Sedangkan, kontribusi ekonomi juga ditopang oleh Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) sebesar 31,25%. Bahkan untuk selisih ekspor dan impor kita mengalami defisit sekitar -0,89 persen.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan Indonesia pada September defisit US$ 160 juta. Sedangkan Januari – September 2019 neraca perdagangan masih tekor US$ 1,95 miliar.

Akibatnya, CAD kembali mengalami pelebaran defisit pada kuartal II 2019 mencapai 3% atau US$ 8,4 miliar dari PDB, naik dari kuartal sebelumnya yang hanya 2,6% dari PDB.

Bank Dunia memproyeksi, CAD Indonesia di akhir 2019 diprediksi mencapai US$ 33 miliar atau naik dari tahun sebelumnya US$ 31 miliar. Jika tidak segera diantisipasi maka kondisi ini akan mempengaruhi aliran modal asing yang masuk dan keluar dari Indonesia dan sudah pasti akan kembali memukul rupiah.

Apalagi kita juga sangat rentan dengan kebijakan The Fed dalam menaikkan tingkat suku bunga.

Momok CAD selalu menghantui perekonomian nasional dalam lima tahun terakhir. Kondisi ini seperti lingkaran setan yang tidak berkesudahan, Pemerintahan baru nantinya tidak boleh terlalu terpaku dengan kondisi CAD yang kembali melebar.
Selama ini, kebijakan mengurangi impor untuk menekan pelebaran CAD dirasa juga kurang tepat, sebab lebih dari 90 persen barang impor adalah barang modal dan bahan baku yang dipergunakan untuk ekspor.
Jika kebijakan ini terus dilakukan bukan tidak mungkin ekspor nasional juga akan semakin terpuruk.

Guna memutus mata rantai perlambatan ekonomi ini, perlu ada terobosan kebijakan yang harus diambil oleh Pemerintahan baru nantinya.

Pemerintah juga tidak boleh terpaku dengan kebijakan lama yang terbukti tidak terlalu memberikan dampak bagi perekonomian nasional.

Terobosan kebijakan ini diharapkan akan bisa mendorong pertumbuhan ekonomi nantinya, apalagi Pemerintah memiliki modal pembangunan infrastruktur yang sudah mulai bisa dimanfaatkan secara ekonomi oleh masyarakat.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

Indonesia Bisa Jadi Raksasa Ekonomi Dunia di 2025

CIMAHI-Posisi Indonesia diantara negara-negara anggota Association of South East Asian

Indonesia Tuan Rumah Ajang WCC Award 2014

JAKARTA-Produk kerajinan Indonesia makin dikenal berkualitas, inovatif, berbasis budaya, dan