Miskin Mental Politik Picu Sengketa Pilkada

Friday 5 Jul 2013, 5 : 52 pm

JAKARTA-Rendahnya fatsun politik calon kepala daerah justru yang memicu terjadinya sengketa sampai konflik pasca pilkada.  Apalagi faktor dan figur individu lebih kuat dari partai politik. “Beberapa pemicu terjadinya sengketa pilkada, itu karena rendahnya fatsun poliltik figur calon kepala daerah,”  kata Direktur Lingkar Madani (LIMA),  Ray Rangkuti dalam diskusi “Dinamika Pilkada di Berbagai Daerah Jelang Pemilu 2014, bersama Ketua DPP PKB Bidang Pemenangan Pemilu Saifullah Maksum dan anggota DPD RI Farouk Muhammad di Jakarta, Jumat,(5 Juli 2013).

Menurut Ray, ada beberapa aspek yang mendorong munculnya sengketa pilkada. Pertama,  pilkada itu lebih bertitik tolak pada aktornya. Lihat saja, sekitar 80% sengketa pilkada diselesaikan melalui Mahkamah Konstitusi (MK). Kedua, pada faktor penyelenggara pemilu di daerah. “Partisipasi rakyat rendah ikut pilkada, karena memang sudah tahu hasil tak berdampak apa-apa, kecuali memang ada keinginan kuat ada perubahan, maka partisipasi rakyat di pilkada ikut naik,” tambahnya.

Disisi lain, lanjut Ray lagi,  miskinnya  mentalitas  semua parpol dan pasangan calon tidak siap mengikuti proses dan mekanisme yang fair, yang sudah disepakati bersama. Akibatnya, banyak waktu dan tenaga dihabiskan hanya untuk mengurus masalah administrasi, dan prosedural daripada substansi penyelenggaraan pilkada itu sendiri. “Apalagi, semangat kandidat ‘membunuh’ sebelum bertanding, memang makin rumit. Padahal, harus kita akui bahwa figur calon itu jauh lebih kuat dibanding partai sendiri,”

Sementara itu,  Ketua DPP PKB Bidang Pemenangan Pemilu, Saifullah Ma’shum mengakui dalam pilkada, penyelenggaran Pilkada, dalam hal ini KPUD  banyak intervensi, baik oleh partai politik maupun  incumbent, berupa uang, teror, dan sebagainya. “Anehnya, tak ada jaminan dari akademisi, LSM, aktifis dan sebagainya itu yang tidak terintervensi dan terkontaminasi dengan uang,” ujarnya.

Menurut Saifullah, yang sangat mengejutkan KPU malah juga ikut-ikutan  menilai keabsahan sebuah parpol. Padahal  masalah dukungan parpol terhadap calon kepala daerah sudah diatur dalam AD/ART partai masing-masing, misalnya  kasus Khofifah Indar Parawansa di Pilgub Jatim. Untuk itulah perlunya sistim ini dievaluasi,” katanya kecewa.

Diakui mantan anggota DPR ini, saat penyelenggara pemilu bisa diintervensi, maka rakyat akan menghadapi malapetaka demokrasi  di daerah. “Memang masih ada lubang-lubang kelemahan KPU, kelemahan inilah yang dimanfaatkan partai politik, ” pungkasnya. **cea

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

Jokowi-Maruf Ditetapkan Pemenang, BEI Harap Ada Sentimen Positif

JAKARTA-Pengumuman hasil rekapitulasi nasional Pemilihan Presiden 2019 oleh Komisi Pemilihan

Jokowi: Setop Impor, Belanja Produk Dalam Negeri

BALI-Pemerintah berkomitmen meningkatkan belanja pengadaan barang dan jasa  kementerian atau