MKD Berubah Wujud Jadi Mahkamah ‘Kejantanan Dewan’

Tuesday 1 Dec 2015, 2 : 58 pm
by
Direktur Eksekutif Respublica Political Institute, Benny Sabdo

JAKARTA-Manuver anggota Partai Golkar di Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) yang secara membabi buta membela Setya Novanto terus dihujat. Para pembela Setnov di MKD ini bahkan mengebrak meja serta terus berupaya mengganjal sidang pelanggaran kode etik dalam kasus “papa minta saham” ini.

Direktur Eksekutif Respublica Political Institute, Benny Sabdo mengecam tindakan anggota MKD yang menggebrak meja tersebut. Pasalnya, sesuai dengan Pasal 119 ayat (2) UU MD3: MKD bertujuan untuk menjaga dan menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat DPR sebagai lembaga perwakilan rakyat. “Jangan sampai MKD berubah wujud jadi mahkamah kejantanan dewan,” kritik Benny di Jakarta, Selasa (1/12).

Seperti diketahui, rapat MKD untuk menentukan jadwal sidang kasus dugaan pelanggaran kode etik Ketua DPR Setya Novanto berlangsung panas. Bahkan, aksi gebrak meja pun terjadi. Aksi gebrak meja justru dilakukan oleh Wakil Ketua MKD dari Fraksi Golkar yakni Kahar.

Benny menandaskan sebagai lembaga negara, DPR kerap dipersepsikan sebagai institusi yang paling korup di Republik Indonesia. “Persepsi itulah yang seharusnya diubah anggota DPR melalui peningkatan kinerja baik secara personal maupun kelembagaan, termasuk MKD,” papar Benny.

Ia menjelaskan fenomena perburuan rente di lembaga DPR harus diungkap secara terang benderang dan harus diproses secara hukum siapa pun pelakunya. Menurutnya, korupsi politik sudah kasat mata di DPR, melalui upaya pemanfaatan kewenangan formal yang dimiliki sebagai anggota DPR baik kuasa legislasi, kuasa penganggaran, kuasa pengawasan, maupun kuasa dalam rekrutmen pejabat publik. Benny menguraikan studi yang dilakukan oleh John Girling tahun 1997, Kang tahun 2002, dan Michael Johnston tahun 2005 merefleksikan bagaimana fenomena political corruption, legalise corruption, atau lebih spesifik lagi political party corruption justru masih mendapatkan peluang dalam sistem dan institusi demokrasi yang sedang berkembang. “Singkatnya, ketiga studi itu menyakini korupsi politik bukan semata-mata persoalan moral individual, melainkan problem yang melekat dalam struktur peluang politik yang tersedia,” ungkapnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

BTN Dukung Gerakan Kompor Listrik

JAKARTA-Direktur Utama PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. Haru Koesmahargyo
Pabrik Pelumas

Pabrik Pelumas Senilai USD 52 Juta Beroperasi di Cikarang

JAKARTA-Industri pelumas di dalam negeri terus menunjukkan geliat positifnya, yang