Moratorium Pengadaan Kendaraan Dinas

Sunday 15 Sep 2013, 2 : 57 pm
by
ilustrasi mobil dinas

JAKARTA-Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran Indonesia (FITRA) mendesak pemerintah melakukan moratorium atau menghentikan pengadaan kendaraan dinas.   

Pasalnya, pengadaan kendaraan tidak berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi yang saat ini sangat membutuhkan stimulus fiskal dari APBN.

“Jadi, moratorium pengadaan kendaraan dinas, kecuali yang bersifat pelayanan publik dan meningkatkan alokasi dan efektifitas belanja modal,” ujar Koordinator  Advokasi Seknas FITRA, Maulana  saat konpresi pers ‘Tiga Alasan RAPBN 2014 Akan Gagal Selamatkan Ekonomi Indonesia’ di Jakarta, Minggu (15/9).

Menurut dia, moratorium  pengadaan kendaraan dinas harus dilakukan. Sebab, hal itu jelas bertentangan dengan semangat penghematan BBM, apalagi proses  pengadaan yang rawan bocor.

Hasil penelusuran terhadap 23 RKA-KL pada RAPBN 2014 ditemukan rata-rata 5% belanja modal dialokasikan untuk kendaraan dinas. Bahkan, di Kementerian Pertanian, mengalokasikan Rp 35,9 miliar atau 7% dari belanja modal sebesar Rp 549,4 miliar, untuk pengadaan 1.074 unit kendaraan dinas.

Dia menjelaskan, melemahnya  nilai tukar rupiah, menjadi ancaman serius bagi perekonomian Indonesia. RAPBN 2014, sebagai salah satu instrumen ekonomi yang bisa digunakan mengatasi ini, nampaknya tidak akan mampu berbuat banyak.

Berdasarkan kajian FITRA, jelas dia, postur RAPBN 2014 tidak akan mampu meredam persoalan ekonomi terkini. Pasalnya,  belanja modal yang memiliki kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi hanya meningkat Rp 13 triliun atau 7% dari Rp  102 triliun pada APBNP 2013 menjadi Rp 205,8 triliun pada RAPBN 2014.

Sementara belanja pegawai pada RAPBN 2014 mencapai Rp 276,6 triliun  atau  meningkat hingga Rp 43,5 triliun atau 3 kali lipat dari peningkatan belanja modal. 

Dia menilai, belanja modal bukan saja minim dan tidak efektif, namun juga merupakan belanja yang paling rendah penyerapannya. Per Agustus 2013 baru terserap 31%. Secara total belanja Negara baru terserap 54,8% atau masih Rp 780,4 triliun sampai akhir tahun,” tegas dia.

“Dengan waktu hari kerja tersisa 73 hari sampai dengan 15 Desember, maka rata-rata belanja yang harus diserap pemerintah setiap harinya bisa mencapai Rp 10,6 triliun,” imbuh dia.

Dia menjelaskan, menumpuknya penyerapan anggaran di akhir tahun, akan berakibat pada meningkatnya inflasi yang saat ini gagal dikendalikan Pemerintah, sehingga memperburuk perekonomian dan menyusahkan rakyat.

Ketidakmapuan RAPBN 2014 untuk menopang perekonomian juga akan menghadapi tantangan akan terjadinya politisasi anggaran menjelang Pemilu. Anggaran Negara akan sangat mungkin diarahkan untuk menarik simpati Pemilih atau melayani elit-elit partai politik tertentu dan berakibat pada tidak efektifnya alokasi anggaran. 

Hasil penelusuran RKA-KL 2014, terdapat Rp Rp 75 triliun anggaran bansos yang tersebar di 15 K/L. Berdasarkan hasil audit BPK Tahun 2012, pengelolaan anggaran masih bansos masih banyak penyalahgunaan.

“Memangkas belanja pegawai dengan cara mengevaluasi dan menghentikan pembentukan Lembaga Non Struktural (LNS), memperbaiki sistem Jaminan Hari Tua PNS yang tidak membebani APBN, dan moratorium pemberian remunerasi. Hal ini perlu dilakukan, untuk melihat efektivitas remunerasi dalam rangka reformasi birokrasi, dan merupakan bagian penyelamatan perekonomian Negara,” tegas dia.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

Perkuat Layanan Keuangan Digital, Bank DKI Jalin Kolaborasi Dengan SPE Solution

JAKARTA—Bank DKI menggandeng PT Solusi Pembayaran Elektronik (SPE Solution) sebagai
B30

Pertamina Sesuaikan Harga Pertamax Series dan Dex Series

JAKARTA-PT Pertamina (Persero) melakukan penyesuaian harga bahan bakar minyak (BBM)