JAKARTA-Majelis Ulama Indonesia (MUI) menginginkan agar masalah fatwa dan sertifikasi halal tidak “dipegang” oleh pemerintah dalam RUU Jaminan Produk Halal (JPH). Alasanya, hal ini agar menjauhkan pemerintah dari kepentingan ekonomi dan politik. “Kita tidak ingin fatwa halal ini, karena ada tekanan perdagangan dan intervensi politik,” kata Direktur Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, Makanan, dan Kosmetika (LPPOM MUI), Lukmanul Hakim dalam diskusi “Perkembangan RUU JPH” di Gedung DPR RI, Selasa (3/6/2014).
Menurut Lukman, pemerintah tidak akan sanggup melawan tekanan perdagangan internasional dan politik global. Sehingga masalah sertifikasi halal ini bisa saja “dimainkan”. “Kasus ini pernah terjadi pada komoditi MSG. Karena itulah jangan sampai soal halal ini menjadi faktor yang memicu konflik,” ungkapnya.
Oleh karena itu, kata Lukman, MUI akan bersikap tegas, tetap meminta kewenangan untuk mengeluarkan fatwa halal. “Jika pemerintah tetap diberi kewewenang untuk label halal, maka silahkan saja sendiri, MUI tidak akan ikut bertanggungjawab. Sebab, efeknya jika ada dua badan yang memberi label halal akan terjadi kontradiksi,” katanya.
Dikatakan Lukman, kewenangan yang diminta MUI semata-mata agar substantif halal yang ditujukan untuk melindungi kepentingan konsumen yang sebagian besar umat Islam. “Lahirnya MUI adalah dalam rangka memberikan rasa aman bagi Muslim dalam memakan suatu produk halal,” tegasnya.
Sementara itu, anggota Pansus RUU JPH Raihan Iskandar mengakui masih ada beberapa masalah yang belum menemukan solusi dalam pembahasan RUU JPH. Beberapa hal krusial itu, antara lain, soal alur proses badan yang berhak memberikan label halal pada suatu produk. “Pemerintah menginginkan yang memberi label halal itu lewat Kementerian Agama saja, sedangkan dari DPR RI menginginkan agar yang berhak memberi label halal hanya Majelis Ulama Indonesia (MUI). Adanya dua pandangan beda ini menjadikan RUU ini belum bisa diputuskan jadi UU,” terangnya
Menurut Raihan, DPR melihat ada dua pandangan berbeda. Makanya DPR berusaha muncul alternatif lain. Sehingga RUU bisa cepat disahkan jadi UU yaitu yang berhak memberi label halal bisa dari satu pemerintah dan keduanya dari swasta yaitu MUI. “Hanya saja diharapkan setelah ini disetujui dalam UU tidak saling mementahkan hasil label halal itu, sehingga terjadi keraguan masyarakat Muslim kepada salah satu lembaga pemberi label,” imbuhnya. (ek)