Parpol “Sembarang” Rekrutan Kader Perempuan

Monday 18 Mar 2013, 11 : 54 am
jurnalparlemen.com

JAKARTA-Partai politik (parpol) terjebak pada jatah 30% perempuan dalam UU No.8 tahun 2012. Sehingga tidak mengutamakan kader, representasi basis, dan kualitas. Akibatnya hanya sekedar memenuhi  kuota saja.

 “Parpol tidak ada kemauan politik yang baik dalam usaha perekrutan kader yang berkualitas. Sehingga, perempuan yang dijadikan caleg dan pejabat hanya berdasarkan jenis kelamin perempuan hanya untuk memenuhi kuota UU. Padahal banyak perempuan yang berkualitas,” kata Pengamat dari Pusat Kajian Politik (Puskapol) Universitas Indonesia Ani Soetjipto dalam dialektika ‘Penguatan Peran Politik Perempuan’  bersama Wakil Ketua MPR RI Melani Leimina Suharli, dan Ketua Komisi VIII DPR RI FPKB  Ida Fauziyah di Gedung DPR/MPR RI Jakarta, Senin (18/3).

Menurut Ani, parpol harus menyadari adanya relasi dalam isu perempuan yang bisa dibingkai dalam perspektif gender. Tapi, karena hal itu tidak diperhatikan, ketika sudah menjadi pejabat dan anggota DPR RI.  “Padahal, di luar dirinya sebagai perempuan banyak ketimpangan sosial, pendidikan, kesehatan, masalah tenaga kerja, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT),  UU PRT (pembantu rumah tangga), buruh dan sebagainya. Itulah antara lain tugas perspektif gender,” tambahnya

Diakui Ani, keadilan gender itu suatu keniscayaan dan dalam demokrasi harus terreprsentasi di semua aspek. “Tapi, kunci penataannya dari pusat sampai daerah itu ada di parpol, baik DPR, DPRD, maupun pejabat eksekutif,” ujarnya.

Sementara Melani mendukung langkah partisipasi kaum perempuan dalam politik. Hanya saja katanya, meski konstitusi sudah memberikan peluang 30%. Tapi tetap saja harus didorong agar naik. “Tapi, kita tak boleh putus asa. Parpol pun bisa menempatkan caleg perempuan di nomor urut 1,2 dan 3 jika benar-benar mumpuni,” tutur politisi Demokrat ini.

Sedangkan Ida Fauziyah,  menjelaskan standar kualitas atau affirmative action tidak harus disampaikan kepada perempuan atau lelaki. Sebab, perintah UU kuota 30% tersebut sebagai langkah atau tidanakan khusus yang bersifat sementara. “Kecilnya partisipasi perempuan akan merugikam perempuan sendiri dalam pembuatan berbagai kebijakan perundang-undangan,” katanya.

Diakui Ida, dalam masalah perempuan ini masih ada problem struktural, di mana belum ada kesungguhan kesadaran bahwa perempuan itu belum dibutuhkan dalam pengambilan keputusan. “Belum ada politicall will yang sesungguhnya di parpol sendiri, dan kedua ada problem kultural. Yaitu, faktor partriarki-kelakia-lakian yang masih doniman,” pungkasnya. **can

 

Don't Miss

Kemenpar Uji Kompetensi 120 Tenaga Kerja Kepariwisataan di Labuan Bajo

LABUAN BAJO-Kementerian Pariwisata (Kemenpar) menggelar uji kompetensi bagi 120 tenaga

IHSG dan Indeks Sektor Teknologi Bakal Terkerek Pencatatan Saham GOTO

JAKARTA-Laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada perdagangan hari ini