Pemerintah Harus Antisipasi Potensi ‘Overheating’ Ekonomi

Tuesday 25 Aug 2015, 8 : 59 pm
by
ANggota Komisi XI DPR, Muhammad Hatta/doc jurnalparlemen

JAKARTA-Perekonomian Indonesia saat ini tengah menghadapi masalah yang sangat berat. Salah satunya, resiko pemanasan ekonomi (economic overheating) sebagai dampak menumpuknya utang luar negeri (ULN) baik untuk sektor swasta maupun BUMN. Situasi ini jelas menimbulkan beban moneter yang berat bagi Indonesia. Apalagi dengan kondisi rupiah yang terus terpuruk yang menembus level Rp 14.000 per dollar AS. Karena itu, pemerintah harus melakukan antisipasi guna memitigasi dampaknya agar tidak terlalu membayakan kondisi makro ekonomi. “Overheating didepan mata. Karena itu, saya kira, kebijakan makro pemerintah perlu diperketat,” ujar anggota Komisi XI DPR, Muhammad Hatta di Jakarta, Selasa (25/8).
Berdasarkan data Bank Indonesia (BI), posisi ULN pada akhir triwulan II-2015 tercatat sebesar USD304,3 miliar. Ini terdiri dari ULN sektor publik sebesar USD134,6 miliar (44,2% dari total ULN) dan ULN sektor swasta sebesar USD169,7 miliar (55,8% dari total ULN). Dengan perkembangan tersebut, debt service ratio (DSR) atau rasio utang terhadap pendapatan ekspor sedikit membaik dari 56,9% pada triwulan I-2015 menjadi 56,3% pada triwulan II-2015.
Menurutnya, kondisi perekonomian Indonesia saat ini sangat tidak menguntungkan. Bebannya semakin berat setelah mata uang rupiah terus anjlok menembus level Rp 14.000 per USD AS.
Jika kondisi ini tidak diantisipasi maka potensi untuk terjadi lagi krisis seperti tahun 1998 bisa terjadi. Apalagi, pemicu krisis sekarang ini hampir sama dengan 1998 lalu yaitu utang swasta. “Utang pihak swasta sama-sama besar apalagi kurs masih fluktuatif,” kata politisi Partai Amanat Nasional (PAN) ini.
Dia menjelaskan, utang swasta sangat besar resikonya terlebih jika perusahaan tersebut tidak mempunyai menajemen utang yang baik. Utang swasta hanya digunakan untuk hal yang kurang efektif. ”Perusahaan mengutang dengan menggunakan kurs dollar tetapi disalurkan lewat rupiah. Terlebih disalurkan bukan berkaitan yang sifatnya ekspor. Karena hal itu tidak memberikan nilai tambah kepada negara,” tutur dia.
Dia menjelaskan, kalau perusahaan tidak menggunakan utang dengan baik maka bisa memicu overheating. Oleh karena itu, dia menyarankan agar penggunaan utang oleh pihak swasta disalurkan untuk kegiatan yang menunjang ekspor. Karena, bisa membuat cadangan devisa Indonesia menjadi bertambah. ”Hasilnya utang menjadi efektif dan negara pun mendapatkan tambahan,” jelas polisi PAN asal Dapil Jawa Tengah V ini.
Untuk menjaga agar utang swasta tidak terlalu besar, lanjut dia, BI harus memperketat pengawasan bagi perusahaan yang ingin berutang luar negeri. Hal ini perlu untuk menjaga kestabilan makro ekonomi Indonesia. ”Kalau perlu BI membuat Peraturan Bank Indonesia (PBI) yang mengatur tentang penggunaan utang tersebut,” pungkasnya

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

Soal Dana Saksi, Agun: Ada Parpol Yang Angkuh

JAKARTA-Polemik dana saksi yang dibahas dalam Komisi II DPR ternyata

Pertumbuhan Uang Beredar M2 Meningkat

JAKARTA-Pertumbuhan likuiditas perekonomian M2 (Uang Beredar dalam arti luas) pada