Diakui Menko Perekonomian Darmin Nasution, memang ada pandangan di kalangan perbankan bahwa industri kayu itu sunset. Nah itu bagaimana nanti akan dicek dengan OJK (Otoritas Jasa Keuangan), dengan perbankan, bener enggak itu.
Selain itu para pengusaha juga mengeluhkan masalah kewajiban mengurus SVLK (Sistem Verifikasi Legalitas Kayu) meskipun untuk ekspor ke negara yang tidak mewajibkan pencantuman SVLK.
“Mereka juga menyadari bahwa itu sudah disetujui pemerintah dengan Uni Eropa. Nah, yang mereka sampaikan lebih banyak begini kalau mengenai SVLK (Sistem Verifikasi Legalitas Kayu), ya kalau ke negara yang tidak wajib SVLK enggak usah lah kita harus mengurus SVLK, gitu. Karena di aturan Menteri Perdagangannya itu kena semua. Pokoknya produk kayu kena,” ungkap Darmin.
Padahal yang mewajibkan itu ada 4 negara yaitu EU, Kanada, Australia dan Inggris. Di luar Amerika tidak ada SVLK. Sehingga usulnya tadi disampaikan ya yang kewajibannya SVLK ajalah, yangtidak wajib tidak usah SVLK.
“Masuk akal sekali, ya kan, tapi memang harus ditinjau Peraturan Menteri Perdagangan,” sambung Darmin seraya menambahkan biaya mengurus SVLK itu cukup gede, kira-kira Rp20 juta-Rp 30 juta.
Namun Menko Perekonomian Darmin Nasution sedikit mengkritik para pengusaha yang dinilainya tertutup sekali, enggak mau bekerja sama.
“Sudah enggak bisa mengolah yang bagus tapi maunya sendiri. Sehingga presiden tadi menyampaikan cobalah terbuka, cari partner,” ujarnya.