Pemerintah Mulai Panik

Tuesday 18 Jun 2013, 2 : 22 pm
by

Oleh: Hidayatullah Muttaqin

Fakultas Ekonomi Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin.

Dengan neraca perdagangan yang kembali defisit pada bulan April sebesar $1,616 miliar, maka pada tahun ini ancaman defisit kembar (twin deficit) sangat mungkin kembali terjadi sebagaimana pada 2012 dengan nilai yang lebih besar.  Hal ini terlihat pada defisit perdagangan selama periode Januari-April 2013 sudah mencapai $1,833 milyar. Angka defisit ini lebih besar dari defisit perdagangan selama tahun 2012 yang nilainya mencapai $1,659 milyar. Padahal khusus pada periode Januari-April 2012 neraca perdagangan masih surplus sebesar $2 milyar. Menurut saya, pemerintah sebenarnya panik menghadapi defisit neraca perdagangan terbaru ini. Nampak dari RAPBN-P yang diajukan pemerintah dan baru saja disepakati DPR.

Dalam RAPBN-P 2013, asumsi pertumbuhan ekonomi diturunkan dari 6,8% menjadi 6,2%. Penurunan asumsi pertumbuhan ekonomi ini menunjukkan adanya kekhawatiran dari penurunan ekonomi akibat membengkaknya defisit perdagangan. Hanya saja kepanikan pemerintah tersebut dialihkan dalam bentuk opini harusnya kenaikan harga BBM. Opini pemerintah, jika harga BBM tidak dinaikkan beban APBN semakin besar dan mengancam peningkatan defisit perdagangan.

Langkah ini juga menggambarkan upaya menekan defisit lebih tertuju pada menghadang laju impor minyak. Pada tahun lalu memang penyumbang terbesar defisit perdagangan Indonesia adalah impor minyak. Namun, kondisi tahun lalu juga diikuti oleh penurunan ekspor non migas. Artinya itu merupakan tanda ancaman kelesuan ekonomi dunia terhadap komiditi ekspor non migas Indonesia.

Untuk April 2013, pertama kali neraca neraca perdagangan non migas alami defisit sebanyak $407,4 juta. Karena itu Indonesia harus waspada akan kemungkinan keberlanjutan defisit di sektor non migas ini.  Di sisi lain, upaya menenangkan kepanikan tersebut tampak dari pandangan pemerintah bahwa defisit perdagangan Indonesia masih berada pada level yang aman.

Sampai saat ini belum terlihat upaya nyata pemerintah untuk meredam defisit, khususnya potensi ke depan dari defisit di sektor non migas. Pemerintah masih asik menjalankan liberalisasi ekonomi termasuk di sektor migas dan perdagangan.

Perkembangan dan tingkat defisit perdagangan sekarang seharusnya sudah menjadi peringatan keras terhadap pemerintah akan ancaman “perdagangan bebas” dan “liberalisasi ekonomi” yang sudah dan sedang dijalankan pemerintah. Jelas sekali efek penaikan harga BBM pemerintah terhadap daya beli masyarakat dan terhadap dunia usaha. Di tengah semakin lesunya perekonomian global, daya saing yang rendah, langkah menekan defisit kembar dengan menaikkan harga BBM justru akan menjadi blunder. Yakni menghantam daya beli masyarakat, menaikkan ongkos industri, dan melemahkan daya saing produk ekspor Indonesia. Di sisi lain, produk impor semakin membanjiri pasar dalam negeri karena semakin bebas dan liberalnya ekonomi Indonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

Kenaikan Harga BBM Tak Perlu Persetujuan DPR

JAKARTA- Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Bambang P.S.
pernyataan Arteria Dahlan, bisa jadi signal bahwa masih ada upaya untuk merevisi UU KPK khusus untuk melindungi sekelompok orang yang dikecualikan dari OTT KPK, tidak hanya terhadap APH tetapi juga bisa melebar kepada Anggota DPR dan orang-orang Partai.

Soal KPK, Petrus: Komnas HAM Ditunggangi

JAKARTA-Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) Petrus Selestinus mengeritik keras