Pemilu Dituding Remehkan Daerah Perbatasan

Wednesday 21 Aug 2013, 7 : 46 pm

 JAKARTA-Minimnya pembangunan di daerah perbatasan karena buah dari demokrasi terbuka saat ini. Alasannya, daerah perbatasan masih dianggap tidak memiliki kontribusi besar dalam mendulang suara untuk menyokong kemenangan sebuah partai politik.   “Di tengah demokrasi yang luar biasa tinggi seperti saat ini, kita seharusnya lebih menekankan kepedulian kita. Jangan hanya karena tidak signifikan dalam menentukan pemilu di tanah air,” kata anggota Komisi I DPR Hayono Isman dalam diskusi dialog kenegaraan di Gedung DPD, Jakarta, Rabu (21/8)

Padahal, kata mantan Menpora ini,  sekecil apapun kontribusi pemenangan pemilu yang diberikan penduduk di suatu wilayah, tidaklah harus diukur berdasarkan untung rugi seperti itu. “Saya yakin kalau betul-betul melakukan upaya pembangunan di perbatasan tanpa melihat faktor pemilu, warga di diperbatasan tidak merasa dianaktirikan,” imbuhnya.

 Hayono berharap penanganan di wilayah perbatasan terutama pembangunan infrastruktur dan pemberdayaan sumber daya manusia (SDM) harus ditangani lebih serius lagi. Harus ada upaya luar biasa yang dilakukan oleh pemerintah dan wakil rakyat di parlemen. “Kalau hanya disikapi secara business as usual (upaya yang biasa-biasa saja) pasti tidak akan berhasil. Jadi saya usul, sebaiknya tidak lagi oleh mendagri, karena tugas kemendagri juga sudah banyak. Lebih baik ditangani langsung oleh Wakil Presiden, karena peran Wapres masih banyak yang bisa dilakukan,” ujarnya.

Sementara itu, anggota DPD RI, Erma Suryani Ranik mengatakan di daerah asalnya yang berbatasan dengan negara bagian Sarawak, Malaysia, masih  minim sentuhan pembangunan dari pusat sangat terasa sekali. “Salah satunya di Kabupaten Sambas yang pendapat asli daerahnya paling kecil dibanding lima daerah perbatasan di Provinsi Kalbar. Bahkan, ada kepala daerah di wilayah itu, yang sempat mengibarkan bendera Malaysia sebagai bentuk protes karena tidak adanya pembangunan di daerahnya,” ungkap Erma.

Dia mendukung jika ada pelimpahan kewenangan terutama mengenai keberadaan Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP). “Kami minta jangan lagi di Kemendagri, tetapi di Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT). Karena 70 persen daerah tertinggal itu ada di wilayah perbatasan. Ini perlu dikaji,” ujarnya.

Sosiolog, Daisy Indira Yasmine mengatakan dari penelitian gabungan yang dilakukan akademisi dari Indonesia dan Malaysia tentang masyarakat di perbatasan sejak tahun 2011 silam, diperoleh kesimpulan bahwa relasi masyarakat di perbatasan sangat ditentukan oleh pasar. Contoh nyata yang ditemukan adalah di daerah Sirikan yang masuk dalam wilayah Negara Bagian Kucing, Malaysia. “Di wilayah ini tidak pernah ada konflik, meski penduduk yang berkewarganegaraan WNI dan Malaysia membaur,” ungkapnya.

Eratnya relasi masyarakat di sini, didasari adanya kepentingan yang saling menguntungkan baik pedagang yang berasal dari Indonesia dengan pembeli yang didominasi warga Malaysia. “Padahal pasarnya hanya dibuka Sabtu-Minggu, tetapi daerah Sirikan sampai dijadikan tujuan wisata oleh Negara Bagian Kucing. Menariknya, barang-barang yang didagangkan adalah asli buatan Indonesia dibuat di Potianak, bahkan ada yang dari Tanah Abang yang dibawa oleh pedagang dari Pulau Jawa,” kata Daisy. **can

 

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

GEGI Gandeng Bank BTPN Perluas Pasar Ritel

JAKARTA-Kondisi ekonomi yang sudah mulai membaik menjadi momentum Great Eastern

Pemerintah Beri Kemudahan IKM Peroleh Bahan Baku

JAKARTA-Pemerintah tengah menyiapkan kebijakan relaksasi impor bagi industri kecil dan