Pemkab Tangerang Harus Kuasai Aetra Tangerang, Akhwil: Pelarangan Swastanisasi Air Berlaku di Seluruh Indonesia

Wednesday 8 Nov 2017, 8 : 52 am

TANGERANG-Ketua Lembaga Pembela Hak Indonesia (LPHI) Akhwil Ramli menyatakan Pemkab Tangerang dalam hal ini PDAM TKR harus mengambil alih peran PT Aetra Air Tangerang dalam pelayanan air bersih di 8 Kecamatan di Kabupaten Tangerang. Hal ini didasarkan atas keputusan Mahkmah Agung tentang gugatan forum pelanggan PDAM DKI Jakarta dan diperkuat oleh putusan Mahkamah Konstitusi yang mengembalikan UU no 11 tahun 1974 sebagai dasar pengelolaan sumber daya air di Indonesia, yang menjadi kewenangan pemerintah dalam hal ini melalui PDAM.
“Berdasarkan hasil penelusuran dan investigasi, kami mendapatkan informasi serta keterangan dari berbagai sumber bahwa kerja sama ( MoU ) antara PDAM Kerta Raharja yang merupakan BUMD milik Kabupaten Tangerang dengan PT AETRA Air tangerang perusahaan air minum milik swasta, diduga tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang ada UU No 11 tahun 1974. Terindikasi bahwa sudah terjadi swastanisasi, dimana Hak Pengelolaan dan Pengusahaan Air dari hulu ke dikuasai oleh swasta,” kata Akhwil kepada wartawan di Jakarta, Rabu (8/11/2017).

Lebih jauh Akhwil menambahkan untuk itu mengacu kepada peraturan perundang-undang yang berlaku sekarang serta dimenangkannya oleh Mahkamah Agung gugatan PDAM DKI dimana dalam putusannya mengembalikan hak pengelolaan Air Bersih dan pengusahaan Air Baku kepada PDAM DKI Jakarta dan melarang secara tegas praktek kerja sama dalam pengelolaan air dlm bentuk swastanisasi. “Maka terkait dengan putusan tersebut PDAM Kerta Raharja yang dimiliki oleh Pemkab Tangerang harus mengevaluasi kembali perjanjian tersebut dan mengambil langkah-langkah hukum untuk mengembalikan pengusahaan Air Baku dan Pengelolaan Air Bersih untuk kebutuhan masyarakat kepada PDAM Kerta Raharja sebagai BUMD milik Pemkab Tangerang,” kata Akhwil.

Terkait hal ini tambah Akhwilm pihak telah menyampaikan permintaan ini kepada Pemkab Tangerang untuk segera melakukan upaya hukum untuk menjalankan perintah dari undang- undang agar hak masyarakat menengah kebawah untuk mendapatkan pelayanan yang baik dan harga terjangkau bisa terpenuhi. “Jika dalam batas waktu tertentu tidak juga dihiraukan, maka LPHI akan melakukan gugatan secara hukum dan akan memfasilitasi masyarakat daerahnya yang dilayani oleh PT Aetra untuk melakukan langkah hukum,” katanya.

Akhwil menjelaskan, berlakunya kembali UU No 11 tahun 1974 tepat pada tanggal 18 Februari 2015, dimana Mahkamah Konstitusi telah mengeluarkan keputusan yang sangat penting terkait pengelolaan Sumber Daya Air ( SDA ) yaitu melalui putusan MK No 85/PUU-XI/2013. Keputusan MK tersebut berakibat dan menimbulkan implikasi 3 (tiga ) hal penting yaitu :
1. UU No. 7 tahun 2004 tentang SDA dinyatakan tidak berlaku lagi karena bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
2. Pasca diputus oleh MK, keseluruhan aturan perundang-undangan sebagai turunan dari UU No 7 tahun 2004 tidak berlaku lagi dan tidak dapat dijadikan dasar hukum atau penyusunan kebijakan dan regelasi dibidang pengelolaan sumber daya air, diantaranya : (1) PP No 16 tahun 2005 tentang Sistem Penyedian Air, (2) PP No 20 tahun 2006 tentang Irigasi, (3) PP No 42 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air dll.
3. Pasca putusan MK tsb UU No 11 tahun 1974 tentang Pengairan diberlakukan lagi kembali untuk mencegah kekosongan hukum hingga adanya pembentukan UU baru.

Lebih lanjut, Akhwil menjelaskan adapun yang menjadi pertimbangan MK di dalam putusannya membatalkan keseluruhan pasal-pasal yang ada dalam UU No 7 tahun 2004 menyatakan bahwa Air sebagai unsur yang menguasai hajat hidup orang banyak sesuai dengan pasal 33 ayat 2 & 3 UUD 1945 harus dikuasai oleh negara secara mutlak dan ditegaskan lagi dengan 5 poin pembatasan pengelolaan air sebagai berikut :
1. Pengusahaan air tidak boleh mengganggu dan meniadakan hak rakyat.
2. Negara harus memenuhi hak rakyat atas air sebagai salah satu hak asasi manusia sesuai pasal 281 ayat 4 UUD 45 harus menjadi tanggungjawab pemerintah.
3. Pengelolaan air harus memperhatikan kelestarian lingkungan.
4. Sebagai cabang produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak “AIR ” menurut pasal 33 ayat 2 UUD 45 harus dalam penguasaan dan pengendalian oleh negara secara mutlak.
5. Hak pengelolaan air mutlak milik negara, prioritas yang diberikan penguasaan atas air adalah BUMN atau BUMD.(can)

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

Pertumbuhan Industri Petrokimia Cukup Signifikan

JAKARTA-Indonesia berpotensi menjadi pusat pertumbuhan industri petrokimia dan bisa lebih

Gubernur BI Harus Pro Suku Bunga Rendah

JAKARTA-Gubernur Bank Indonesia (BI) harus diisi dengan figur yang memiliki