JAKARTA-Industri manufaktur terus menyerap tenaga kerja dalam negeri seiring adanya peningkatan investasi atau ekspansi. Ini menjadi salah satu efek berantai dari aktivitas industrialisasi yang sekaligus turut mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.
“Pada
tahun 2018, sektor industri manufaktur menyerap tenaga kerja sebanyak
18,25 juta orang. Jumlah tersebut berkontribusi sebesar 14,72 persen
terhadap total tenaga kerja nasional,” kata Menteri Perindustrian
Airlangga Hartarto pada HRD Forum Jabeka di Cikarang, Bekasi, Jumat
(15/2).
Berdasarkan
catatan Kementerian Perindustrian, selama periode empat tahun terakhir,
penyerapan tenaga kerja di sektor industri terus mengalami peningkatan.
Pada tahun 2015, industri membuka lapangan kerja sebanyak 15,54 juta
orang, kemudian naik di tahun 2016 menjadi 15,97 juta orang.
Pada tahun 2017, sektor manufaktur menerima tenaga kerja hingga 17,56 juta orang dan melonjak di tahun 2018 menjadi 18,25 juta orang.
“Dari tahun 2015 ke 2018, terjadi kenaikan 17,4 persen dan ini diperkirakan bisa menambah lagi penyerapan tenaga kerjanya di tahun 2019,” ungkap Menperin.
Adapun
enam besar sektor industri manufaktur yang menyerap tenaga kerja
banyak, yakni industri makanan dengan kontribusi hingga 26,67 persen,
disusul industri pakaian jadi (13,69%), industri kayu, barang dari kayu
dan gabus (9,93%). Selanjutnya, industri tekstil (7,46%), industri
barang galian bukan logam (5,72%), serta industri furnitur (4,51%).
Airlangga menegaskan, ada tiga pilar utama yang perlu menjadi perhatian untuk memacu pertumbuhan industri nasional, yaitu investasi, teknologi, dan sumber daya manusia (SDM).
“Nah, ketersediaan SDM yang terampil sangat diperlukan guna meningkatkan produktivitas dan daya saing sektor industri,” jelasnya.
Apalagi, di era revolusi industri 4.0 yang bergulir saat ini, membutuhkan tenaga kerja kompeten terutama dalam penguasaan teknologi digital.
“Upaya ini sesuai implementasi peta jalan Making Indonesia 4.0, yang salah satu program prioritasnya adalah meningkatkan kualitas SDM,” imbuhnya.
Menurut
Menperin, dari tiga pilar utama tersebut, Indonesia memiliki modal dan
potensi besar dalam pengembangan SDM. Hal ini tidak terlepas dari
momentum bonus demografis yang sedang dinikmati hingga 15 tahun ke
depan.
“Oleh
karena itu, Presiden Joko Widodo mengamanatkan agar tahun ini lebih
fokus dan gencar menjalankan berbagai kegiatan pendidikan dan pelatihan
vokasi, setelah fokus pada pembangunan infrastruktur,” paparnya.
Dalam menuju sasaran itu, Kemenperin sedang berupaya menciptakan ekosistem yang mendukung pengembangan industri 4.0.
“Dalam penguatan kualitas SDM-nya, perlu dilakukan melalui redesain kurikulum pendidikan yang disesuaikan dengan kebutuhan industri di era industri 4.0 serta program talent mobility untuk profesional,” terangnya.
Implementasinya, Indonesia akan merombak kurikulum pendidikan dengan lebih menekankan pada bidang Science, Technology, Engineering, Arts, dan Mathematics (STEAM). Selain itu, fokus untuk meningkatkan kualitas unit pendidikan vokasi.
Di tengah kondisi perlambatan ekonomi di tingkat global, Kemenperin optimistis memasang target pertumbuhan industri nonmigas sebesar 5,4 persen pada tahun 2019. Adapun sektor-sektor yang diproyeksikan tumbuh tinggi, di antaranya industri makanan dan minuman (9,86%), permesinan (7%), tekstil dan pakaian jadi (5,61%), serta kulit barang dari kulit dan alas kaki (5,40%).