Perkuat dan Perbaiki Tata Kelola KPK

Monday 11 Sep 2017, 1 : 21 pm
by
Direktur Eksekutif EmrusCorner, Emrus Sihombing

Oleh: Emrus Sihombing

Hari ini ada dua agenda Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK )sekaligus, menurut saya, “bersejarah”. Pertama, melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi III DPR-RI sebagai fungsi pengawasan yang dilakukan oleh DPR-RI terhadap tata kelola kelembagaan KPK. Kedua, pemeriksaan Ketua Umum DPP Partai Golkar, Setya Novanto (SN). Pemanggilan pemeriksaan ini kali pertama dilakukan KPK setelah SN ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan kurupsi e-KTP.

Mengapa bersejarah?  Pertama, Rapat Dengar Pendapat (RDP). Di tengah tiga issu utama yaitu pelemahan, pembekuan dan temuan Pansus KPK tentang berbagai kekurangan yang terjadi dalam tata kelola institusi KPK, DPR-RI melakukan RDP dengan komisioner KPK.

Diskusi pada RDP hari ini sejatinya digunakan menjadi forum “buka-bukaan” antara Komisi III dengan Komisioner  KPK tentang tiga issu utama tersebut. Sebaiknya diliput live oleh media massa. Dengan demikian, publik jelas melihat posisi tiga persoalan tersebut, apakah dapat dituntaskan atau tidak.

Jika mampu dipecahkan, publik menjadi tidak bingung terhadap ketiga issu yang selama ini menjadi wacana publik tanpa kejelasan. Jika tidak mampu dituntaskan antara Komisi III dengan Komisioner KPK, maka ketiga issu tersebut menjadi bola liar yang dapat menurunkan kepercayaan publik kepada kedua lembaga tersebut. Sekaligus, berpotensi menjadi “gorengan” politik pada Pilkada 2018 dan Pemilu 2019.

Jika tujuannya memperkuat KPK, maka RDP sejatinya harus bisa membahas ketiga issu tersebut dengan “membongkar” berbagai persoalan terkait dengan tata kelola di KPK selama 15 tahun ini secara tuntas, tentu dengan solusi. Jika proses dialog “buka-bukaan” antara Komisi III dan Komisioner KPK dilakukan dengan “kepala dingin” dan sebaiknya tidak satupun peserta RDP mengunakan peraturan formalistik untuk bersebunyi di balik kelemahan, maka semua persoalan tersebut dapat diungkap secara terang benderang.

Berdasarakan keterbukaan, hasil dialog Komisi III dengan Komisioner KPK dapat digolongkan dalam dua kategori, yaitu yang mana merupakan keselahan prosedur yang melanggar kelaziman. Kesalahan prosedur dapat diperbaiki secara internal di KPK dengan memberikan saksi adminstratif terhadap pelakunya. Selanjutnya yang mana pelanggaran hukum, misalnya dugaan tindakan penyekapan saksi, harus dilanjutan proses hukum di Kepolisian, Kejaksaan lalu ke sidang Pengadilan.

Kedua, Pemeriksaan SN. Pemeriksaan terhadap SN, yang juga menjabat ketua partai pemenang kedua pada Pileg yang lalu dan telah menyatakan dukungan politik kepada pemerintah, bahkan sudah memproklamirkan dukungan terhadap presiden menejadi calon presiden pada pemilu 2019, sekalipun yang didukung belum memberi respons, harus dilakukan dengan serius. Sebab, penetapan SN sebagai tersangka dugaan korupsi terkait proyek e-KTP oleh KPK bisa saja dibatalkan pada Praperadilan.

Dalam konteks ini, acara Praperadilan sekaligus “menguji” kekuatan dan validitas data dan bukti yang dimiliki KPK. Jika SN lolos dari Praperadilan, ini menunjukkan KPK tidak bekerja atas dasar kehati-hatian dan dapat menurunkan kredibilitas KPK di mata publik. Jika tidak lolos di Praperadilan, maka sebaliknya.

 

Penulis adalah Direktur Eksekutif EmrusCorner di Jakarta

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

PT Summarecon Agung Tbk

Laba Bersih SMRA di 2023 Melesat 22,48% Jadi Rp765,97 Miliar

JAKARTA – PT Summarecon Agung Tbk (SMRA) pada Tahun Buku 2023,

Fahri : Hentikan OTT, Contolah Pelayanan Pemkab Banyuwangi

BANYUWANGI-Pelayanan publik Kabupaten Banyuwangi sungguh menakjubkan, karena konsep dan program