Perlindungan Sosial Bagi Kaum Tani dan Kewajiban Pemerintah

Thursday 7 Feb 2013, 7 : 11 pm
by

Oleh: Tejo Pramono

Perdebatan mengenai upaya pengadaan jaminan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia yang kini tengah berlangsung sungguh sangat menarik. Satu hal terdapat sebuah langkah maju untuk mendiskusikannya secara terbuka soal mengenai betapa pentingnya jaminan sosial bagi seluruh rakyat.

Maklum, rasa ketidakadilan di tengah-tengah rakyat semakin menguat. Selama ini hanya sebagian kecil saja rakyat yang bisa mendapatkan jaminan sosial, seperti pegawai negeri (PNS), karyawan perusahaan swasta dan tentara-polisi. Selebihnya, rakyat kebanyakan, utamanya kaum tani, sama sekali tidak mengenal istilah jaminan sosial.

Bagi keluarga tani, ongkos pelayanan kesehatan sangat mencekik leher. Mereka harus membayar lebih besar dari pada yang di bayar oleh PNS bila berobat ke rumah sakit. Padahal pemerintah juga tahu bahwa taraf pendapatan kaum tani sangat jauh di bawah PNS.

Di sisi lain, kita juga khawatir manakala pelaksanaan jaminan sosial untuk kaum tani, ternyata mensyaratkan semacam iuran dimuka yang justru makin memperberat ekonomi keluarga tani.

Gambaran mengenai pertanian Indonesia dan kaum tani berikut ini semoga bisa memberikan inspirasi mengenai jenis perlindungan sosial seperti apa yang dibutuhkan oleh kaum tani.

Meski di Indonesia produksi pangan domestik relatif mencukupi kebutuhan nasional dan produksi beberapa komoditas ekspor mampu menguasai pasar dunia, nasib mayoritas kaum tidak sebaik produksinya.  Dibalik prestasi pertanian Indonesia, jutaan keluarga tani menderita kelaparan dan kemiskinan.

Persoalan fundamental yang tidak mendapatkan jalan keluar sampai kini adalah kepemilikan lahan. Secara rata-rata kaum tani hanya menguasai 0,3 hektar. Para petani gurem/ berlahan sempit tidak memiliki kesempatan bertani dengan leluasa. Mereka hanya mampu bertahan dengan memanfaatkan lahan secuil, selebihnya memburuh dengan upah murah. Beberapa menggarap sewa lahan orang lain.

Sementara, buruh tani bekerja harian dengan upah murah dan sebagian cuma memberikan tenaga cuma-cuma untuk mendapat bagian panen yang kecil (mengedok). Di pulau Jawa, mayoritas kaum tani berada dalam kondisi ini, sekedar bertahan hidup saja.

Pembangunan pertanian yang diambil oleh pemerintah dengan pendekatan agribisnis, tidak berpihak pada keluarga tani tetapi lebih kepada para pengusaha atau pemilik modal. Terdapat banyak kemudahan dan kesempatan bagi pengusaha untuk semakin berkembang. Untuk petani kecil tidak. Kredit perbankan umum untuk pengusaha agribisnis banyak, namun untuk petani gurem dan buruh tani sama sekali tidak ada. Pengadaan tanah untuk perkebunan baru bagi pengusaha dimungkinkan, namun tidak untuk buruh tani.

Agribisnis juga menciptakan hubungan produksi antara perusahaan agribisnis dengan petani kecil juga tidak adil. Mekanisme contract farming seperti inti-plasma perkebunan, peternakan, termasuk juga produksi benih menempatkan petani kecil sekedar kuda beban saja. Petani menanggung resiko dan beban kerja, tetapi keuntungan lebih besar mengalir ke perusahaan.

Penggusuran ekonomi petani kecil oleh perusahaan agribisnis juga masih ada. Misalnya beberapa UU yang mengatur mengenai perbenihan, mempersulit petani kecil untuk memproduksi dan menjual benih. Sudah belasan kasus petani dipenjara karena menjual benih. Sementara untuk produksi pupuk, subsidi pemerintah hanya diberikan kepada perusahaan yang memproduksi pupuk organik, bukan petani kecil.

Belum cukup. Bahkan pemerintah terus getol mengundang perusahaan asing agribisnis untuk berinvestasi ke sektor pertanian dan pangan. Proyek Merauke Integrated Food and Energy Estate (MIFEE) salah satunya, dimana lebih setengah juta hektar tanah pertanian diperuntukkan bagi perusahaan, bukan petani.

Dengan kondisi pertanian dan petani seperti di atas, petani berada dalam kehancuran ekonomi. Solusi utamanya tentu saja dengan merubah pembangunan pertanian untuk lebih berorientasi keluarga tani.

Namun, langkah paralel lain yang harus dilakukan oleh pemerintah tentu saja dengan memberikan jaminan pelayanan sosial seperti kesehatan dan jaminan hari tua bagi keluarga tani secara cuma-cuma dan berkualitas layak. Pemberian jaminan sosial ini layak diberikan kepada petani, karena sejauh ini pembangunan pertanian mengorbankan  atau mengeksploitasi penghidupan kaum tani. Karena itu teramat wajar bahwa pemerintah memberikan jaminan sosial secara cuma-cuma kepada seluruh petani sebagai bagian dari rekonstruksi pertanian keluarga di Indonesia.

Pemberian jaminan sosial ini perlu segera diberikan, sambil mempersiapkan program reforma agraria dan revitalisasi pertanian rakyat. Pembiaran persoalan oleh pemerintah, telah mengakibatkan rakyat tani berupaya mencari solusi sendiri dengan menjadi buruh migran atau bermigrasi ke kota.

Di beberapa negara berkembang dan agraris  di dunia, program jaminan pertanian dan jaminan sosial untuk petani telah lama dilakukan dan memberikan dampak cukup positif. Di Kuba beberapa perlindungan sekaligus diberikan, yaitu jaminan lahan pertanian melalui reforma agraria, jaminan pembelian langsung produksi petani dengan harga yang layak dan produksi pertanian agroekologi berbasis keluarga.  Kini pertanian di Kuba menjadi salah satu referensi sukses pertanian keluarga. Sementara kesuksesan dalam program kesehatan, Kuba mampu memiliki rasio dokter terhadap penduduk kedua tertinggi di dunia setelah Italia.

Dalam kondisi sistem pertanian yang mengeksploitasi kaum tani, menerapkan model iuran untuk penyelenggaraan jaminan sosial bagi petani sangat tidak tepat. Pelayanan jaminan sosial bagi petani menjadi kewajiban pemerintah yang dipenuhi dari pajak. Pola pertanian agribisnis bisa mulai dirubah oleh pemerintah dengan menerapkan pajak yang lebih tinggi untuk membiayai jaminan sosial dan juga membangun pertanian rakyat.

Penulis adalah Pengurus harian pada sekretariat pelaksana gerakan petani internasional, La Via Campesina, di Jakarta

 

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

Panglima TNI Resmi Melantik Pengurus FORKI Papua

PAPUA-Ketua Umum Pengurus Besar Federasi Karate-Do Indonesia (PB FORKI) yang

Jelang Penerapan PSBB, Masyarakat Tangerang Wajib Patuhi Aturan

TANGERANG–Pemkot Tangerang telah merampungkan berbagai administrasi jelang pelaksanaan Pembatasan Sosial