Perlu Diplomasi Guna Selamatkan TKI di Malaysia

Wednesday 28 Aug 2013, 5 : 42 pm
Rieke Dyah Pitaloka

JAKARTA-Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)  harus bertindak cepat lewat diplomasi politik ke Pemerintah Malaysia guna menyelamatkan TKI, Wifrida Soik yang terancam hukuman mati.

“Presiden SBY harus melakukan diplomatik untuk menghentikan ancaman hukuman mati itu dengan menyediakan pengacara,” kata kata anggota Komisi IX DPR RI,  Rike Diah Pitaloka di Jakarta, Rabu,(28/8).

Menurut Rieke, ancaman hukuman mati tersebut karena Wifrida dituduh membunuh majikannya Yeap Seok Pen, 60 tahun di Malaysia.

Selain masih di bawah umur (17 tahun), Wifrida dalam insiden itu untuk membela diri.

Karena dipukuli, dan sang majikan terjatuh dan akhirnya meninggal.

“Wifrida membela diri dan masih di bawah umur. Juga harus dibongkar jaringan perdagangan manusia atau trafficking antara Indonesia-Malaysia,” tambahnya.

Rieke juga meminta dukungan rakyat dan Komnas HAM untuk terlibat aktif dalam proses persidangan di Malaysia.

“Perlu dukungan masyarakat Indonesia dan masyarakat internasional agar memperhatikan ini karena satu nyawa itu merupakan bagian dari bangsa ini,” tuturnya.

Diakui Rieke, Kementerian Tenaga Kerja sudah tidak bisa diharapkan lagi langkahnya.

Karena memang tidak pernah serius terhadap perlindungan TKI di luar negeri

“Karena kita tak lagi bisa berharap pada Kemenakertrans dan BPN2TKI. Kementerian luar negeri juga tak akan berarti jika Presiden SBY tak aktif lobi dengan Malaysia,” terangnya.

Sementara itu aktifis Migrant Care, Anis Hidayah berharap DPD dan DPR RI mengawal proses persidangan tersebut sebagai komitmen terhadap rakyat dan TKW.

Karena hukuman mati itu tak boleh terjadi bagi anak yang masih di bawah umur, akibat dipalsukan oleh agency pekerjaaan (AP).

Padahal Wifrida lahir pada 12 Oktober 1993, tapi dipalsukan dalam paspor menjadi 8 Juni 1989 dan berangkat ke Malaysia pada 23 Oktober 2010.

“Jadi, DPR dan DPD RI ini harus mengawal dan membatalkan ancaman hukuman mati ini,” ujarnya.

Anis merasa heran dengan kasus Wifrida ini, sebab kasusnya sudah dua tahun (2010), tapi kasusnya baru diketahui pada Desember 2012.

“Ini menjelaskan  pemerintah tidak memperhatikan nasib TKI di luar negeri. Mungkin lupa karena sibuk konvensi Capres. Untuk itu, Keuskupan NTT bisa memberikan salinan pembaptisan Wifrida sesuai keaslian kelahirannya yang masih berumur 17 tahun, dan  sebagai korban trafficking ini,” ungkapnya.

Don't Miss

Telan Rp700 Miliar, PUPR: Bendungan Sepaku Dibangun 2020 Lengkapi IKN

SEPAKU-Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mengungkap pembangunan Bendungan

BSI Lakukan Auto Migrasi Untuk Nasabah ex-BNIS

JAKARTA-Bank syariah terbesar di Indonesia, PT Bank Syariah Indonesia Tbk