Perppu Tidak Ada Urgensinya

Wednesday 2 Oct 2019, 9 : 38 pm
by
perpu
Edi Danggur, S.H., M.M., M.H

Menurut ICCPR, keadaan darurat umum yang merupakan padanan dari “keadaan bahaya” dalam UUD 1945 mensyaratkan adanya keadaan yang mengancam kehidupan negara, keadaan itu diumumkan secara resmi, negara dapat mengambil tindakan yang menyimpang, asalkan tindakan itu tidak mengakibatkan diskriminasi.

Kondisi objektif di negara kita, kini dan di sini, tentu saja tidak sedang dalam keadaan darurat umum dimaksud.

Selain konstitusi dan undang-undang, praktek peradilan berupa putusan pengadilan atau putusan Mahkamah Konstitusi dapat juga dipakai sebagai sumber hukum untuk menemukan jawaban atas persoalan-persoalan konkret dalam masyarakat.

Putusan Mahkamah Konstitusi RI No.138/PUU-VII/2009 tanggal 8 Februari 2010 tidak memberikan batasan tentang apa yang dimaksudkan dengan terminologi kegentingan yang memaksa, keadaan bahaya, atau keadaan darurat umum, tetapi langsung memberikan syarat-syarat dapat diterbitkannya suatu Perppu.

Pada halaman 19 Putusannya itu, MK memberikan pertimbangan hukum sebagai berikut: “(3.10) Menimbang bahwa dengan demikian Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang diperlukan apabila:

(1) Adanya keadaan yaitu kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat berdasarkan undang-undang;

(2) Undang-undang yang dibutuhkan tersebut belum ada sehingga sehingga terjadi kekosongan hukum, atau ada undang-undang tetapi tidak memadai;

dan (3) Kekosongan hukum tersebut tidak dapat diatasi dengan cara membuat undang-undang secara prosedur biasa karena akan memakan waktu yang cukup lama, sedangkan keadaan yang mendesak tersebut perlu kepastian untuk diselesaikan”.

Dari ketiga syarat penerbitan Perppu itu, jika dikaitkan dengan penanganan masalah pemberantasan tindak pidana korupsi, tidak ada kondisi faktual dimana kita perlu undang-undang baru.

Sebab, kita sudah mempunyai UU KPK dan kini UU KPK itu sudah direvisi yang disahkan pada tanggal 17 September 2019.

Tidak terbukti bahwa negara kita mengalami kekosongan hukum, bahkan sudah mempunyai UU yang sangat memadai. Jadi, terbukti tidak ada urgensinya bagi Presiden Jokowi untuk menerbitkan Perppu.

Maka dapat dimengerti kalau Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto menegaskan, partainya bersama parpol koalisi “siap pasang badan” mendukung Presiden RI Joko Widodo di tengah polemik revisi UU KPK termasuk demonstrasi anarkis yang menolak pengesahaan atas revisi UU KPK tersebut.

Hasto beralasan, revisi UU KPK sejalan dengan hasil survey bahwa lebih dari 64 persen responden setuju terhadap pentingnya Dewan Pengawas KPK sehingga potensi penyalahgunaan kewenangan oleh KPK dapat dihindari (Indopos.co.id., Sabtu 28 September 2019).

Mengingat tidak terpenuhinya syarat-syarat substantif untuk menerbitkan Perppu maka saran menerbitkan Perppu dapat dianggap sebagai jebakan terhadap Presiden Jokowi.

Presiden akan dianggap bertindak sewenang-wenang, menyalahgunakan kewenangannya, karena menerbitkan Perppu tanpa dukungan kondisi objektif dan memadai di dalam negeri. Penerbitan Perppu pun dapat menjadi preseden buruk di masa depan dimana setiap kali ada kelompok tertentu di dalam masyarakat tidak menyetujui kehadiran undang-undang baru atau tidak menyetujui hasil revisi atas sebuah undang-undang maka massa dikerahkan untuk unjuk rasa, lalu ada kelompok lain yang mendesak Presiden untuk menerbitkan Perppu.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

Menko Rizal Minta Verifikasi Ulang Terminal 3 Ultimate

TANGERANG-Menko Bidang Kemaritiman, Rizal Ramli, meminta Kementrian Perhubungan (Kemenhub) melakukan

Menperin: Dubes Berperan Genjot Ekspor Produk Industri

Menperin pun berharap kepada para duta besar RI agar turut