Pilkada Serentak Tak Munculkan Prinsip Keadilan

Monday 15 Feb 2016, 2 : 45 pm

JAKARTA-Pilkada serentak 2015 diakui telah terlaksana dalam suasana aman. Namun dari aspek esensialisme masih menyisakan masalah, antara lain soal regulator dan lepas dari politik uang.

Apalagi tertundanya lima daerah dari 269 daerah yang melaksanakan Pilkada adalah menghilangkan makna serentak, padahal itu merupakan domain regulator. Demikian juga perlakuan adil terhadap para calon. “Saya melihat prinsip keadilan antara calon tidak tampak karena atribut disiapkan KPUD, akibatnya Pilkada tidak gairah,” kata Kepala Deputi IV Kantor Staf Presiden, Eko Sulistyo dalam diskusi bertema “Menyongsong Pilkada Serentak Gelombang 2 Tahun 2017” di Jakarta, Senin (15/2/2016).

Menurut Eko, perlu dipikirkan oleh semua pihak termasuk regulator, agar Pilkada sebagai pesta demokrasi pada tingkat lokal dapat bergairah. Sementara itu hasil Pilkada yang tidak disengketakan di MK harus dilantik agar proses pembangunan terus berjalan.

Lebih jauh kata Eko, tidak ada sistem elektoral dalam pemilu yang statis, karena dinamis sehingga sistem pemilu dapat mencerminkan watak pemerintahan. Keharusan PNS maupun anggota DPR/DPRD mundur atau tidak, saat penetapan calon bukanlah menjadi isu yang terlalu urgen, hal yang amat penting adalah isu korupsi.
“Ini harus tegas karena memori masyarakat kita ini pendek dan apalagi pemilih diguyur dengan uang, diranah inilah religi (kepercayaan pemilih terhadap figur) merupakan hal penting membangun konsolidasi demokrasi,” terang dia lagi.

Selain itu juga soal nepotisme calon dari keluarga petahana, sambung Eko, termasuk ambang batas yang menjadi syarat untuk maju. Ini penting mendapat perhatian serius karena operasi kapital di daerah bisa melahirkan calon tunggal.

“Pilkada serentak 2015 haruslah menjadi pengalaman untuk menuju ke arah yang lebih baik dan harus dikaji serta dicermati betul supaya berjalan maksimal dalam menguji prinsip pemilu dan demokrasi pada penyelenggaraan Pilkada serentak 2017 dan 2018 maupun pemilu serentak 2019 nanti,” imbuhnya.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1/2015 merupakan landasan konstitusional penyelenggaraan Pilkada serentak, yang diselenggarakan melalui tiga gelombang.

Gelombang pertama pada 9 Desember 2015 bagi pejabat yang habis masa jabatannya 2015 serta Januari hingga Juli 2016.
Gelombang kedua pada Februari 2017 bagi mereka yang habis masa jabatannya Juni hingga Desember 2017. Sedangkan gelombang ketiga digelar pada Juni 2018 bagi pejabat yang habis masa tugasnya tahun 2018 dan 2019.

Sebelumnya Ketum Seknas Relawan Jokowi, Yamin menilai Pilkada serentak 2015 masih dekat dengan politik uang. Adanya para bohir dan juga para pialang di tingkat lokal sangat menentukan kemenangan para calon.

Selain itu penting meletakkan seseorang selaku pelaksana tugas kepala daerah yang independen, serta masih adanya oknum yang menjadi agen keperpihakan pada Pilkada serentak 2015. **Penulis Burhanuddin Saputu (Relawan Jokowi-JK)

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

Jalankan Misi Go Global, Devisa Hasil Ekspor BNI Naik 66%

JAKARTA-PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BNI) sukses mencatatkan pertumbuhan

Bantuan Covid-19, Keuskupan Agung Pontianak dan GP Ansor Buat Posko Bersama

PONTIANAK-Keuskupan Agung Pontianak (KAP) dan GP Ansor menggalang dana dan