Polisikan Achmad Basarah, Indikator Partai Berkarya Rumah Besar Kroni Soeharto

Sunday 2 Dec 2018, 11 : 23 pm
by
Putra-putri Presiden RI ke-2 Soeharto kompak mengenakan jaket Partai Berkarya. Partai besutan Hutomo Mandala Putra atau Tommy Soeharto itu mendapat amunisi dengan lima kakaknya yang bergabung sebagai kader Partai Berkarya.

JAKARTA-Rencana Partai Berkarya akan mempolisikan politisi PDI Perjuangan Achmad Bassarah yang juga juru bicara Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma’ruf Amin, merupakan langkah melawan arus besar tuntutan masyarakat atas pemberantasan korupsi melalui upaya melahirkan Penyelenggara Negara Yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) sebagaimana diamanatkan dalam Ketetapan MPR RI Nomor : XI/MPR/1998, Tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih Dan Bebas Dari KKN.

Dengan kata lain publik akan menafsirkan sikap Partai Berkarya sebagai upaya untuk mempertahankan posisi dan daya rusak KKN yang timbulkan selama rezim Soeharto dan Kroninya sebagaimana telah diamanatkan dalam TAP MPR Nomor : XI/MPR/1998.

“Jika kita membaca secara cermat pertimbangan hukum dikeluarkannya TAP MPR No. : XI/MPR/1998, maka julukan Achmad Bassarah bahwa Soeharto sebagai Guru dari korupsi di Indonesia, sebagai tanggapan atas pernyataan Prabowo Subianto, capres nomor urut 2 yang menyatakan bahwa korupsi di Indonesia seperti kanker stadium empat adalah sangat tepat,” ujar Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI), Petrus Salestinus di Jakarta, Minggu (2/12).

“Achmad Bassarah menyimpulkan, jadi “guru dari korupsi sesuai TAP MPR Nomor : XI/MPR/1998 itu adalah mantan Presiden Soeharto yang adalah mantan mertuanya Pak Prabowo”, maka sebetulnya pernyataan Achmad Bassarah tentang “Soeharto sebagai guru dari korupsi, adalah pernyataan yang tergolong sangat santun dan penuh tatakrama sehingga sulit ditemukan dimana peristiwa pidananya apalagi menemukan unsur pidananya,” ujarnya.

Menurut Petrus, kalau membaca pertimbangan MPR mengeluarkan TAP MPR RI Nomor : XI/MPR/1998, Tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih dan Bebas dari KKN maka mungkin di mata Partai Berkarya Soeharto seharusnya dijuluki Guru Besar korupsi di Indonesia, karena Presiden Soeharto berhasil menjadikan korupsi sebagai gaya hidup bahkan budaya bagi sebagian besar para Penyelenggara Negara di seluruh Indonesia.

Hal ini sebagai dampak kebijakan Soeharto melakukan pemusatan kekuasaan hanya berada pada kekuasaan, wewenang dan tanggung jawab Mandataris MPR (Soeharto) sehingga berakibat tidak berfungsinya dengan baik Lembaga Tertinggi Negara dan Lemabaga-lembaga Tinggi Negara lainnya, serta tidak berkembangnya partisipasi masyarakat melakukan kontrol sosial dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Praktek-praktek usaha yang lebih menguntungkan sekelompok orang tertentu yang menyuburkan KKN, melibatkan para pejabat negara dengan para pengusaha sehingga merusak sendi-sendi penyelenggaraan negara dalam berbagai aspek kehidupan nasional, telah dipertegas dalam pertimbangan hukum dan rumusan pasal-pasal TAP MPR Nomor : XI/MPR/1998 termasuk pasal 4 bahwa upaya pemberantasan KKN harus dilakukan secara tegas terhadap siapapun juga, baik pejabat negara, keluarga, dan kroninya maupun pihak swasta/konglomerat termasuk mantan Presiden Soeharto.

Pasal 4 ini adalah hutang yang harus segera direalisasikan oleh KPK karena Kroni-kroni Soeharto diduga ada yang menjadi aktivis di Partai Berkarya.

“Publik tidak akan terus menerus menuntut pertanggungjawaban hukum terhadap Soeharto dan Kroninya mengingat Soeharto dengan berbagai julukan termasuk julukan sebagai gurunya korupsi telah mendapat legitimasi dalam TAP MPR Nomor : XI/MPR/1998, terutama Soeharto berhasil menjadikan korupsi sebagai budaya atau gaya hidup para Penyelenggara Negara yang sampai saat ini sulit diberantas,” tegasnya.

Masalahnya sejak TAP MPR Nomor : XI/MPR/1998 ditetapkan pada tanggal 13 November 1998 hingga saat ini, baik Putra/Putri mantan Presiden Soeharto maupun kelompok pendukung dan pemujanya tidak pernah menunjukan sikap menolak atau berupaya secara hukum agar TAP MPR Nomor : XI/MPR/1998 yang hingga saat ini sudah berusia 20 tahun dicabut atau dibatalkan.

Artinya posisi mantan Presiden Soeharto dalam TAP MPR Nomor : XI/MPR/1998 dengan segala kerusakan yang ditimbulkannya telah diterima dengan legowo oleh seluruh rakyat Indonesia termasuk Putra/Putri dan oara Kroni mantan Presiden Soeharto.
Dengan demikian maka sikap Partai Berkarya menuntut dengan cara mempolisikan Achmad Bassarah karena pernyataannya bahwa Soeharto adalah guru dari korupsi di Indonesia, bisa ditafsirkan bahwa misi Partai Berkarya bukan untuk mewujudkan tujuan nasional Partai Politik menurut Undang-Undang.

Akan tetapi lebih kepada tujuan untuk mempertahankan status mantan Presiden Soeharto sebagai penyebab utama terjadinya korupsi di Indonesia yang oleh Prabowo Subianto menjulukinya sebagai stadium 4 atau sebaliknya hanya bertujuan untuk memulihkan nama baik Soeharto dan Kroninya dari label gurunya KKN di Indonesia.

Sebelumnya, Partai Berkarya berencana melaporkan juru bicara Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-Ma’ruf Amin, Ahmad Basarah ke Polri. Basarah akan dilaporkan atas pernyataannya bahwa Presiden ke-2 RI Soeharto adalah bapak korupsi di Indonesia. “Betul, kami akan melaporkan,” ujar Ketua DPP Partai Berkarya Badarudin Andi Picunang.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

Transaksi Wealth Management Digibank by DBS Naik 6 Kali Lipat

JAKARTA-Layanan perbankan digital milik Bank DBS Indonesia, digibank by DBS,

Megawati Ingatkan Hak Paten, I Wayan Koster: Bali Sudah Fasilitasi

TABANAN-Gubernur Bali I Wayan Koster menjalankan arahan Ketua Dewan Pengarah