Pro Rezim Bunga Tinggi, DPR Panggil Gubernur BI

Wednesday 20 Nov 2013, 6 : 02 pm
by
Gubernur BI, Agus Martowardoyo

JAKARTA- Komisi XI DPR mengaku geram dengan  sikap Bank Indonesia (BI) yang menetapkan rezim suku bunga tinggi.

Kebijakan bank sentral tersebut diyakini akan banyak mematikan kegiatan usaha di sektor riil.

“Kenaikan BI Rate yang berturut-turut belakangan ini mendorong kami untuk memanggil BI sebelum masa reses persidangan di periode ini. Kita berencana memanggil Gubernur BI, Agus Martowardojo sebelum 20 Desember 2013, terkait dengan penerapan rezim suku bunga tinggi yang dimulai sejak Juni 2013,” ujar anggota Komisi XI, Dolfie OF Palit usai menghadiri rapat internal pembahasan agenda kerja Komisi XI DPR di Gedung Parlemen Jakarta, Rabu (20/11).

Seperti diketahui, beberapa waktu lalu, BI memutuskan untuk menaikkan BI Rate sebesar 25 bps menjadi 7,50%, dengan suku bunga Lending Facility dan suku bunga Deposit Facility masing-masing naik menjadi 7,50% dan 5,75%.

Kebijakan ini ditempuh dengan mempertimbangkan masih besarnya defisit transaksi berjalan di tengah risiko ketidakpastian global yang masih tinggi.

Namun sebagian besar ekonom mengeritik kebijakan bank sentral ini karena dianggap tidak memberikan insensif bagi dunia usaha.

Menurut Dolfie, rencana pemanggilan Agus Marto tersebut untuk mengetahui alasan BI yang sejak Juni hingga November 2013 sudah menaikkan BI Rate sebesar 175 basis poin menjadi 7,5 persen.

Pasalnya,  kebijakan bank sentral tersebut mematikan kegiatan usaha di sektor riil.

Dolfie menilai, BI sudah salah langkah dalam upayanya mengendalikan tren pelemahan rupiah melalui kebijakan BI Rate yang juga diharapkan dapat menekan current account deficit.

“BI mengeluarkan instrumen ini untuk menekan defisit dengan menguatkan kembali rupiah,” ujarnya.

Selain itu, kata Dolfie, kebijakan BI Rate juga sudah tidak sejalan dengan upaya pemerintah yang mengharapkan terjadinya stabilitas pertumbuhan ekonomi.

Pasalnya, sejak tiga kuartal terakhir pertumbuhan ekonomi terus mengalami penurunan.

“Penerapan BI Rate yang tinggi ini cara konvensional, padahal banyak kebijakan moneter yang tepat untuk diterapkan pada kondisi ini,” tutur Dolfie.

Dolfie mengatakan, kenaikan BI Rate juga tidak terlepas dari upaya BI untuk mengamankan cadangan devisa agar jumlahnya mengalami peningkatan.

Sejak tiga bulan terakhir, kata dia, cadangan devisa terus mengalami kenaikan, sehingga saat ini jumlahnya menjadi US$97 miliar.

Peningkatan jumlah cadev itu, menurut Dolfie, sekaligus menegaskan bahwa BI tidak menggunakan cadev dalam upaya mengintervensi volatilitas rupiah.

“Jadi, seharusnya BI bisa menggunakan cadev untuk untuk mengendalikan stabilitas rupiah pada kondisi saat ini,” ucap Dolfie.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

Rating Kredit Indonesia Stabil, Kemenkeu: Angin Segar Bagi Perekonomian

JAKARTA-Lembaga Pemeringkat Kredit Standard and Poor’s (S&P) telah mempertahankan peringkat

Jubir PSI: Vonis 18 Bulan Meiliana Mencederai Rasa Keadilan dan Hati Nurani

JAKARTA-Dewan Pimpinan Pusat Solidaritas Indonesia (DPP PSI) menyatakan keprihatinan mendalam