Realisasi Investasi Jatim Triwulan II- 2014 Naik 22,27%

Wednesday 27 Aug 2014, 4 : 38 pm
by

SURABAYA-Badan Penanaman Modal (BPM) Propinsi Jawa Timur (Jatim) mencacat total realisasi investasi di Jatim pada triwulan II-2014 mencapai Rp 83,24 triliun. Jumlah tersebut meningkat sebanyak 22,27 % dibanding periode sama tahun 2013 yang mencapai Rp 68,08 triliun.

Demikian disampaikan Gubernur Jatim, Soekarwo saat memberikan paparan dalam Forum Ekonomi dan Keuangan Regional (FEKR) bertema “Mencari Solusi Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur yang Berkelanjutan, Berdaya Saing dan Inklusif” di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah IV Jatim, Rabu (27/8).

Menururnya, dari total realisasi investasi Jatim yang mencapai Rp. 83,24 triliun tersebut, paling besar didominasi oleh realisasi investasi Non Fasilitas yang mencapai Rp. 46,54 triliun. Sedangkan realisasi investasi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) mencapai Rp. 29,88 triliun dan realisasi investasi Penanaman Modal Asing (PMA) sebesar Rp. 6,82 triliun.

Dari realisasi investasi PMDN yang mencapai Rp. 29,88 triliun tersebut, Industri makanan menjadi yang teratas dengan nilai investasi mencapai Rp. 7,56 triliun dari 22 perusahaan. Kemudian bidang usaha perumahan, kawasan industri dan perkantoran dengan nilai investasi mencapai Rp. 7,06 triliun dari 5 perusahaan, serta bidang usaha konstruksi dengan nilai investasi mencapai Rp. 5,55 triliun dari 5 perusahaan.

Sementara untuk realisasi investasi PMA yang mencapai Rp. 6,82 triliun, industri logam, mesin, dan elektronika menjadi yang teratas dengan nilai investasi mencapai Rp. 1,52 triliun dari 14 perusahaan. Kemudian bidang industri makanan dengan nilai investasi sebesar Rp. 1,41 triliun dari 20 perusahaan, serta industri kimia dan farmasi dengan nilai investasi mencapai Rp. 0,95 triliun dari 13 perusahaan.

Sedangkan berdasarkan asal negara, Jepang menjadi yang teratas dalam PMA dengan nilai investasi mencapai Rp. 1,34 triliun dari 22 perusahaan. Kemudian Singapura dengan nilai investasi mencapai Rp. 1,19 triliun dari 22 perusahaan, serta RRC dengan nilai investasi mencapai Rp. 0,94 triliun dari 19 perusahaan.

Pada triwulan II-2014, lanjut Pakde Karwo, capaian kinerja total izin prinsip investasi di Jatim mencapai Rp. 85,74 triliun. Jumlah tersebut meningkat sebanyak 94,18% dibanding periode yang sama pada tahun 2013. Jumlah tersebut terdiri dari PMDN dengan nilai Rp. 17,77 triliun, dan PMA dengan nilai Rp. 67,97 triliun.

Berdasarkan minat negara asal PMA, Kuwait menempati urutan teratas yang paling meminati berinvestasi di Jatim dengan nilai Rp. 58,80 triliun dari 1 perusahaan. Kemudian RRC dengan nilai Rp. 3,55 triliun dari 32 perusahaan, serta Singapura dengan nilai Rp. 1,35 triliun dari 20 perusahaan.

Meski izin prinsip investasi dan realisasi investasi di Jatim meningkat, namun pertumbuhan ekonomi Jatim (year on year) melambat pada triwulan II-2014, yakni hanya mencapai 5,94%, angka tersebut masih diatas pertumbuhan ekonomi nasional yang mencapai 5,12 %.

Masih menurut Pakde Karwo, salah satu faktor melambatnya pertumbuhan ekonomi Jatim adalah karena kinerja pertumbuhan tiga sektor dominan (pertanian, industri pengolahan, dan perdagangan, hotel dan restaurant) pada triwulan II-2014 juga mengalami perlambatan jika dibanding triwulan I-2014.

Pada triwulan II-2014, sektor pertanian menjadi yang paling lambat dengan kinerja pertumbuhan sebesar 0,54%. Turun jauh dari kinerja triwulan I/2014 yang mencapai 1,76%. Sedangkan kinerja pertumbuhan sektor industri pengolahan tetap stabil di angka 6,81 %. Hanya kinerja pertumbuhan sektor perdagangan, hotel dan restaurant saja yang meningkat, yakni mencapai 7,37%, naik dari triwulan I-2014 yang mencapai 6,79%.

Untuk meningkatkan kinerja sektor pertanian, pihaknya telah menyiapkan berbagai strategi. Diantaranya adalah dengan memperbaiki mekanisme pertanian dengan pemberian alat/mekanisasi untuk mendukung panen kepada petani, memperbaiki infrastruktur dengan penambahan/perbaikan waduk dan saluran irigasi, Integrasi pertanian dan peternakan untuk pemanfaatan limbah di tiap sektor (Integrated Farming), serta mendirikan Rumah Pintar Petani untuk layanan one stop service kebutuhan petani terkait budidaya.

Sementara itu, Kepala Perwakilan BI Jatim, Dwi Pranoto mengatakan, hingga Triwulan II-2014, ekonomi Jatim masih berada dalam fase kontraksi karena perlambanan kinerja ketiga sektor utama, yakni pertanian, industri pengolahan, dan perdagangan, hotel dan restaurant.

Oleh sebab itu, diperlukan reformasi kebijakan dan reformasi struktural untuk mewujudkan transformasi ekonomi Jatim. Untuk masalah pertanian, salah satu permasalahannya adalah alih fungsi lahan, persoalan irigasi, kurangnya penyebaran informasi mengenai harga pasar sebagai acuan petani dalam menentukan harga penjualannya. (LITA)

 

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

Reformasi Perpajakan Upayakan Sistem Perpajakan yang Sehat dan Adil

JAKARTA-Reformasi perpajakan sebagai sumber utama pendapatan negara dalam APBN, menjadi
Indika Energy

INDY Berupaya Minimalkan Risiko Larangan Ekspor Batubara

JAKARTA – PT Indika Energy Tbk (INDY) mengaku, kebijakan pelarangan ekspor